bidik.co – Rupiah kembali melemah pada akhir pekan ini dan mendekati level 13.500 per dollar Amerika Serikat (AS). Di pasar spot, rupiah bahkan sudah menyentuh rekor pelemahan terdalam sejak 1998.
Tercatat pada tanggal 17 Juni 1998, rupiah pernah berada di puncak rekor terdalam sebesar 16.650 per dollar AS. Data Bloomberg menunjukkan, hari ini rupiah mengukir rekor pelemahan terdalam di level 13.465 per dollar AS, melemah dari posisi hari sebelumnya di level 13.420 per dollar AS.
Terpuruknya rupiah disebabkan oleh membaiknya data ekonomi Amerika Serikat. David Sumual, ekonom Bank Central Asia, menilai, sambil menanti FOMC (Federal Open Market Committee), pasar masih terombang-ambing. Ditambah lagi, AS merilis data penjualan rumah pada Rabu (22/7/2015).
Pelemahan rupiah juga berdampak pada kenaikan harga-harga bahan baku industri di Batam, Kepri.
Padahal, di kota industri ini sendiri diketahui banyak melakukan kegiatan importasi yang memerlukan bahan baku. Sehingga kondisi tersebut sangat berdampak pada Kepri, khususnya Batam.
“Bahan baku industri di Batam rata-rata dari impor. Merosotnya nilai tukar rupiah ini sangat dirasakan oleh industri, dimana akibatnya harga-harga bahan baku naik,” ujar Kepala Bank Indonesia Kantor Perwakilan Kepri, Gusti Raizal Eka Putra usai acara halal bihalal di kantornya.
Namun demikian, di sisi lain, ada keuntungan akibat menurunnya nilai tukar rupiah. Menurutnya, daya saing industri Batam menjadi naik, sehingga perlu bagi pemerintah untuk lebih menguatkan kegiatan ekspor dan mengurangi import.
“Bukan cuma negatif, kondisi ini ada juga dampak positifnya. Kita dapat meningkatkan daya saing industri, kalau ekspor kita naik. Tentu harga-harga barang eksport kita juga menjadi lebih besarkan, maka harus bisa kondisi ini dimanfaatkan untuk kegiatan eksportasi,” tutur Gusti.
Hanya saja, dampak positif tersebut belum sepenuhnya bisa dirasakan di Batam. Hal itu karena, kebanyakan industri di Batam masih tergantung dengan bahan baku import.*****