bidik.co — Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyindir industri penyiaran di Tanah Air. SBY menilai, pemilik modal lebih banyak mempengeruhi terhadap penyiaran.
Karena itu, kepada pemilik lembaga penyiaran, baik stasiun televisi maupun radio, Presiden SBY mengingatkan bahwa frekuensi siaran yang mereka pakai merupakan milik publik, bukan milik pribadi atau perusahaan.
“Saya harus terus terang mengatakan hal ini, biar dicatat oleh sejarah. Kekuatan pemilik modal ini yang bisa mempengaruhi. Ini rakyat yang bilang, bukan SBY. Saya harus mengatakan terus terang di mimbar ini, demi kebaikan kita di masa depan,” kata Presiden SBY saat membuka Rapat Pimpinan (Rapim) Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) 2014 di Istana Negara, Jakarta, Selasa (2/9/2014).
Selanjutnya SBY mengajak rakyat untuk melakukan introspeksi terhadap penyiaran selama berlangsungnya Pemilu Presiden (Pilpres) 2014 lalu.
Presiden menilai, lembaga penyiaran yang terlalu mencolok dalam memihak pada kandidat presiden tidak bagus. Namun sebaliknya, lembaga penyiaran yang tidak memiliki semangat dalam menyiarkan kandidat presiden juga tidak bagus.
“Ngono yo ngono ning ojo ngono. Ingat, ada batasnya. Kasihan kandidat yang tidak punya media… namanya tidak pernah muncul sehingga tidak diketahui,” kata Presiden SBY seperti dikutip situs Sekretariat Kabinet.
Menurut Presiden SBY, di Asia, media di Indonesia harus bisa bersaing dengan Channel News Asia yang ada di Singapura maupun yang ada di negara-negara ASEAN.
“Kita kurang bangga punya lembaga penyiaran publik yang tidak muncul menjadi kelas dunia. Rasanya kita bisa. Kita memiliki sumber daya yang talented, kreatif. Teknologi bisa kita terapkan,” ujarnya.
Presiden merasa akan sangat membanggakan bila ada media di Indonesia yang mendunia dan meliput peristiwa-peristiwa besar di berbagai dunia. Menurut Presiden SBY, di Asia sendiri Indonesia harus bisa bersaing dengan Channel News Asia yang ada di Singapura maupun negara-negara ASEAN lainnya.
“Kita kurang bangga punya lembaga penyiaran publik yang tidak muncul menjadi kelas dunia. Rasanya kita bisa. Kita memiliki sumberdaya yang talented kreatif. Teknologi bisa kita terapkan,” ujarnya.
Menurut Presiden SBY, dirinya setiap hari selama dua jam mulai pukul 21.00 atau 22.00 memantau berbagai peristiwa dunia melalui televisi, baik di Eropa, Afrika, maupun Asia Timur.
“Apa yang saya lihat ada di CNN, BBC, Al Jazeera, dan semua yang saya lihat satu per satu,” katanya.
Presiden menilai, meskipun dalam bahasa Indonesia, rasanya Indonesia bisa bersaing. “Indonesia tidak boleh kalah,” ujarnya.
Presiden SBY dalam kesempatan itu juga menyampaikan penghargaan kepada KPI yang telah menjaga dan mengawal, mengawasi, dan mendorong penyelenggaraan penyiaran publik.
Presiden berharap KPI pada masa mendatang lebih netral dan lebih independen. Sedangkan kepada insan penyiaran umumnya, Presiden berharap lembaga penyiaran televisi Indonesia bisa tampil di Asia ataupun dunia.
Presiden SBY berharap agar KPI mampu menjaga dan mengawal agar lembaga penyiaran publik dapat digunakan sebesar-besarnya untuk kemaslahatan publik, dan turut mematangkan demokrasi di Indonesia. (ai)