bidik.co – Wali Kota Bandung Ridwan Kamil mengaku secara pribadi merasa bangga dirinya dapat mencantumkan agama dalam kolom agama di KTP-nya. Baginya, agama adalah salah satu identitasnya.
“Saya lebih cenderung tetap ada,” ucap Ridwal Kamil di Hotel Luwansa, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Selasa (11/11/2014)..
Namun demikian Ridwan tidak keberatan soal pengosongan kolom agama di KTP. Yang terpenting saat ini adalah toleransi antarumat beragama.
“Kalau saya pada dasarnya tidak keberatan dalam artian, ada nggak ada masalah, nggak ada juga nggak masalah. Biasanya yang mengusulkan tidak ada punya keberatan-keberatan yang sifatnya personal,” ujar
Sebaliknya Ridwan mengkritik masyarakat terlalu banyak sibuk dengan hal yang bersifat simbolik. Yang terpenting saat ini adalah toleransi antar umat beragama untuk kemajuan bangsa.
“Kita sibuk di kosmetiknya, padahal yang menurut saya harus dikembangkan adalah toleransinya, kemajuannya, perkembangannya. Harusnya kita fokus ke sana,” terangnya.
“Jangan sampai habis hanya membahas ini. Jadi kalau misalnya ada Sunda Wiwitan, kalau itu jadi keyakinan selama tidak merugikan kenapa tidak,” tambahnya.
Sebelumnya Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo memperbolehkan semua warga negara yang memiliki agama atau kepercayaan di luar Islam, Katolik, Kristen, Hindu, Buddha dan Konghucu untuk mengosongkan statusnya di kolom agama pada KTP.
“Dalam UU baru enam agama yang ada. Kalau ingin ditambah harus ubah UU dulu. Tetapi dikosongkan kan nggak ada masalah,” ujar Tjahjo di Kementerian Dalam Negeri, Jakarta, Kamis (6/11/2014).
Menurutnya, jangan sampai masyarakat yang punya agama dan kepercayaan lain di luar enam agama itu dipaksa untuk memasukkan agama tertentu.
Menurut Tjahjo, kolom agama dikosongkan hanya untuk sementara. Sebab, saat ini Kemendagri masih mengupayakan untuk berdiskusi dengan Kementerian Agama.
“UU kan tidak boleh dilanggar. Kita harus taat hukum. Tetapi keyakinan jangan diganggu, itu hak,” ujar Tjahjo.
Menurut Tjahjo, agama lain di luar enam agama yang sudah diakui dalam UU, perlu diperjuangkan. Tjahjo berkeyakinan bahwa agama adalah hak setiap orang.
“Semangatnya, kita tidak ingin ikut campur terhadap orang yang memeluk agama dan keyakinannya sepanjang agama dan keyakinan itu tidak menyesatkan, mengganggu, akidahnya jelas, kitab sucinya juga jelas,” Tjahjo menjelaskan.
Apalagi, kata Tjahjo, Indonesia bukan negara agama. “Saya dan Anda punya keyakinan sendiri-sendiri. Negara tidak boleh ikut campur, sembahyang di mana saja boleh,” katanya. (*)