bidik.co – Mahkamah Konstitusi masih melaksanakan Rapat Permusyawaratan Hakim di lantai 16 Gedung MK. Rapat tertutup ini dihadiri sembilan hakim konstitusi untuk memutuskan perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden 2014.
Para awak media sempat dipersilakan melihat suasana ruang rapat di lantai 16. Para hakim konstitusi nampak duduk melingkar di sisi sebuah meja berbentuk oval. Dua layar besar nampak di kiri kanan sudut ruangan.
Namun Ketua MK Hamdan Zoelva tidak bersedia memberikan pernyataan apapun. “Tidak ada pernyataan. Tidak ada omongan,” katanya, Rabu (20/8/2014).
Tidak lebih dari lima menit awak media diberi kesempatan melihat suasana rapat. Hakim Konstitusi, Patrialis Akbar, mengatakan kesempatan ini hanya diberikan secara terbatas untuk memenuhi keinginan para wartawan.
Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi Janedjri M Gaffar mengatakan rapat yang membahas draft putusan sudah mengerucut. Hakim Konstitusi sudah mempunyai pendapat hukumnya (legal opinion). Namun ketika ditanya apa yang dibahas para hakim dalam rapat, Janedjri menolak menjawabnya.
“Saya tidak tahu, yang tahu sembilan hakim dan dirahasiakan. Yang pasti besok pukul 14.00 WIB akan disampaikan,” katanya.
Janedjri juga tidak mengetahui hingga kapan rapat akan digelar. “Mungkin hingga malam. Yang pasti akan disampaikan besok sesuai waktu yang ditentukan UU,” katanya.
Tidak lama berselang, terdengar suara seorang wanita dari pengeras suara di gedung MK yang menyampaikan pengumuman yang diulang berkali-kali.
“Kepada semua karyawan MK, diminta untuk tidak pulang ke rumah hingga rapat selesai,” katanya.
Banyak analisa yang bermunculan jelang putusan Mahkamah Konstitusi atas permohonan gugatan sengketa hasil suara Pemilihan Presiden (Pilpres) di Mahkamah Konstitusi (MK). Lembaga konstitusi itu diprediksi bakal menolak gugatan permohonan yang diajukan Capres nomor urut satu, Prabowo Subianto- Hatta Radjasa.
Demikian diutarakan nggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) asal Bali, I Wayan Sudirta dalam sebuah diskusi di Gedung DPR, Rabu (20/8/2014). “Permohonan Prabowo ini akan ditolak. Kalau saya ditanya, boleh memperbolehkan keyakinan, keyakinan saya pasti ditolak,” ujarnya.
Wayan beralasan permohonan yang diajukan tim Capres nomor satu itu tidak dikuatkan dengan bukti dan argumentasi yang kuat. Apalagi, sejumlah saksi dari pihak pemohon yang memberikan keterangan di MK, cenderung tidak memberikan argumentasi yang kuat. Dengan kata lain, keterangan saksi pemohon tidak memberikan keyakinan majelis hakim MK atas tudingan adanya kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).
“Saya tidak melihat pemohon membuktikan ini serius. Sehingga dalil-dalilnya sangat sulit dikabulkan hakim. Ini mustahil (TSM) bisa dibuktikan, ini jauh panggang dari api. Ketika saksi ditanya, tapi tidak melihat langsung, dan konon katanya. Jadi saksi tidak bisa berdiri sendiri dan dijadikan pertimbangan, jadi TSM ini juga sangat lemah,” ujarnya.
Dosen Program Pascasarjana Ilmu Politik Universitas Gajah Mada (UGM), Brigjen TNI (Purn) Saafroedin Bahar, mengamini pandangan Wayan. Menurutnya, selain dari tudingan TSM tak dapat dibuktikan secara utuh oleh pemohon, aturan Pilpres mesti direvisi. Pasalnya, persoalan Pilpres 2014 hanya menggunakan aturan Pilpres 2009, yakni UU No.42 Tahun 2008 tentang Pilpres. Atas dasar itulah, Saafroedin menduga MK bakal menolak gugatan Prabowo-Hatta.
Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT) UGM, Zainal Arifin Mochtar, menambahkan UU Pilpres dinilai banyak persoalan. Ironisnya dalam membuat UU, justru permasalahan ditemukan di kemudian hari. Dengan begitu, dalam melaksanakan Pilpres tak dapat mengubah UU dalam waktu cepat.
“Makanya problem kualitas penyelenggaran banyak masalahnya,” katanya.
Dalam kaitannya permohonan Prabowo di MK, Zainal berpandangan tak kuat dalam dalil permohonannya. Menurutnya, pihak Praboowo harus dapat membuktikan tudingan adanya suara yang dicuri dari pihak kubu sebelah. Maka dari itu, Zainal menilai dalil dan sejumlah saksi yang dihadirkan pemohon tidak mendukung satu sama lain. Ia tak menampik pemilu di Indonesia tak ada yang berjalan baik.
Pakar Hukum Tata Negara Universitas Khairun Ternate, Margarito Kamis, mengatakan TSM tidak datang secara tiba-tiba. Tetapi terdapat rangkaian yang menunjukkan adanya dugaan kecurangan. Dalam pelaksanaan Pemilu merupakan cara beradab. Namun, pada praktiknya pemilu yang berjalan di Indonesia acapkali ada pelanggaran.
Dalam pemilu, persoalan kalah memang adalah hal biasa. Namun seyogianya, jika dinyatakan kalah dan menang dengan cara bermartabat.
“Kita lihat besok apakah akan dikabulkan, setngah dikabulkan. Jadi dari mana MK melihat, apakah dari sekedar angka-angka, atau sisi lain. Macam apa putusannya, terserah mereka,” pungkasnya. (if)