bidik.co – Belum sampai “menikah dan hidup bersama” hubungan Presiden dan Wakil Presiden terpilih Joko Widodo-Jusuf Kalla dikabarkan mulai terjadi perselisihan paham. Salah satunya menyangkut konsep kabinet.
Pengamat politik dari Universitas Jayabaya, Igor Dirgantara menduga perselisihan dilatarbelakangi perbedaan pandangan mengenai perampingan kabinet dan kabinet gemuk.
“Perbedaannya Jokowi ingin kabinetnya ramping sementara JK yang malah mau gemuk. Tapi soal menteri adalah hak preogratif Presiden,” ujar Igor, Selasa (26/8/2014).
Igor mengatakan, Jokowi memang akan dituntut oleh masyarakat untuk merealisasikan janji politiknya. Antara lain, memperbanyak anggota kabinet dari kalangan profesional ketimbang mengakomodasi menteri-menteri parpol.
“Intinya adalah terobosan baru yang lain daripada pemerintah sebelumnya. Kabinet ramping juga adalah salah satu upaya Jokowi meminimalisir jatah Menteri dari partai politik,” lanjutnya. Kendati demikian, Igor menambahkan, kabinet ramping bisa effektif bila tidak mendapat banyak kendala dari Parlemen.
Sebelumnya, Politikus Partai Golkar Bambang Soesatyo mengatakan, ada perbedaan tajam cara pandang antara Jokowi dan Jusuf Kalla. Presiden terpilih cenderung progresif, sementara sang wapres memilih proses perubahan bertahap. Publik pun kini menunggu kemampuan kedua pemimpin terpilih mencari jalan keluar dari beda cara pandang.
Deputi Kantor Transisi Hasto Kristiyanto menyampaikan arahan penting yang disampaikan oleh JK susai melakukan rapat dengan tim transisi di kediaman JK pada Senin, (25/8/2014) kemarin.
“Arahan yang diberikan Pak JK, kita tidak membicarakan antara kurus dan gemuk. Kita berada di luar dikotomi tersebut. Yang penting komitmen menjaga dan membawa pemerintahan lebih efektif dan bekerja untuk rakyat. Pemerintahan yang berani mengambil inisiatif baru untuk mendukung ekonomi kerakyatan,” papar Hasto di Rumah Transisi, Menteng, Jakarta, Selasa (26/8/2014).
Hasto menyampaikan, dalam rapat yang dilakukan di rumah JK, Tim Transisi menyampaikan laporan terkait yang telah dilakukan, hal yang nyata sampai ke detail tentang bagaimana transisi pemerintahan ke depan bisa berjalan dengan sebaik-baiknya, mengingat tantangan yang dihadapi tidak mudah.
Tim juga menyampaikan hal-hal yang jadi pokok persoalan terkait dengan tumpang tindih kerja kementerian.
“Kita juga melihat persoalan antara overlaping antarkementerian, ada juga egosektoral di tiap kementerian. Misalnya ada kementerian menjalankan fungsi pendidikan padahal dia bukan kementerian pendidikan dan ada yang jalankan fungsi pemberantasan kemiskinan padahal seharusnya kementerian itu tidak menjalankan hal tersebut,” terangnya.
Wasekjen PDIP itu menyampaikan perlunya integrasi baik vertikal horizontal dengan kementerian lain. Gagasan itu secara detail telah dilakukan.
“Namun, hal-hal terkait struktur kabinet dan jumlah menteri sepenuhnya kewenangan Jokowi,” tandas Hasto. (if)