bidik.co — Federation Internationale de Football Association atau FIFA sudah menjatuhkan sanksi kepada sepak bola Indonesia dalam rapat Komite Eksekutif di Zurich, Swiss, Sabtu (30/5/2015). Hukuman yang dijatuhkan berupa isolasi terhadap aktivitas internasional, termasuk di kompetisi FIFA dan AFC, baik untuk timnas dan klub.
Dalam emergency meeting tersebut, FIFA menyatakan PSSI sebagai induk organisasi sepak bola Indonesia melanggar pasal 13 dan 17 Statuta FIFA. Kedua pasal tersebut menjelaskan soal intervensi pihak ketiga dalam hal ini Pemerintah terhadap organisasi sepak bola.
Tentu saja sanksi yang dijatuhkan tak hanya merugikan PSSI yang kehilangan hak keanggotaan, serta stake holder PSSI. Juga yang terkait dengan pergelaran sepak bola nasional, termasuk penikmat sepak bola dalam negeri.
Tak ada batas kapan sanksi FIFA berakhir, namun FIFA akan mencabut hukumannya jika PSSI bisa menyelesaikan persoalannya tanpa adanya campur tangan pihak ketiga.
Menurut Wakil Ketua DPR Bidang Kesra Fahri Hamzah, sejak awal, semua orang paham bahwa FIFA adalah lembaga yang serius. Sebagai federasi sepak bola dunia yang telah berumur lebih dari 111 tahun, FIFA memiliki mekanisme yang baku, dan intervensi adalah momok dalam statuta FIFA.
Sementara itu, imbuh Fahri, sejak awal publik tidak mengerti dengan apa yg dipikirkan oleh pemerintah melalui kemenpora. “Keinginan untuk memperbaiki PSSI dan sepak bola Indonesia tidak tercermin dalam sikap harian. Bahkan lebih tampak tidak mengerti persoalan sampai akhirnya PSSI dibekukan,” ucap Fahri, Minggu (31/5/2015).
Menurut Fahri, tidak ada cara lain bahwa masalah ini harus diinvestigasi secara menyeluruh. Sebab, masyarakat Indonesia tidak boleh membiarkan anomali terus melanda persepakbolaan tanah air. Dalam hal ini, Fahri menyodorkan solusi. Pertama, pemerintah harus menjelaskan secara resmi apa yang terjadi kepada publik. Dan penjelasan ini harus melalui penggunaan hak interpelasi DPR.
Kedua, pemerintah harus punya komitmen jangka pendek untuk memenuhi tuntutan FIFA agar PSSI dapat berfungsi kembali memulihkan organisasi. Ketiga, jika pemerintah seperti yg sering dikatakan memiliki rencana besar untuk PSSI dan persepakbolaan nasional, maka inilah saat untuk menjelaskannya.
“Diluar proses itu, momen ini adalah pelajaran berharga agar pemerintah tidak lagi mengambil keputusan sembrono yang tidak saja telah dipatahkan oleh pengadilan tetapi sekarang menjadi sanksi bagi sepak bola Indonesia,” ujar politikus Partai Keadilan Sejahtera itu.
Sebelumnya Presiden Jokowi mengeluarkan pernyataan yang terbilang detail terkait polemik sepakbola di tanah air. Intinya dia ingin ada reformasi total di sepakbola, termasuk di tubuh organisasinya.
Hal itu disampaikan Jokowi kepada wartawan di Pangkalan TNI AU Halim Perdanakusumah, Jakarta, Sabtu (30/5/2015) sore, sepulangnya presiden dari kunjungan kerja di Sulawesi.
Pertama, Jokowi menerangkan adanya kesan bahwa dirinya dan Wapres Jusuf Kalla berbeda pandangan terhadap upaya pemerintah (Kemenpora) dalam membenahi tata kelola sepakbola di Indonesia.
“Semua sebetulnya sama. Itu dalam rangka pembenahan PSSI. Jadi, baik Pak Wapres maupun saya sama sebetulnya. Keinginannya sama: ingin pembenahan PSSI,” ucap Jokowi.
Disinggung tentang deadline dari FIFA pada 29 Mei kemarin, Jokowi malah berpanjang lebar mengenai prestasi sepakbola Indonesia dalam beberapa tahun terakhir.
“Perlu saya sampaikan. Coba dilihat dulu, selama 10 tahun prestasi kita tuh apa. Ini saya punya catatan. Nih, catatannya, dari 2002, 2006, 2010. Tidak lolos kualifikasi Piala Dunia. Asia saja tidak lolos. Piala Dunia, kemudian di Piala Asia, AFC 2004 sampai babak I, tahun 2007 juga babak I. Tahun 2011 tidak lolos kualifikasi di tingka Asia.
“Kemudian dilihat lagi peringkat di FIFA sejak 2012, karena saya punya semuanya. Tahun 2012 di angka 156 dari semua negara. Tahun 2013 peringkat 161, 2014 di nomor 159. Tahun ini juga sama, 159.
“Melihat ceritanya harus lebar, seperti itu yang dilihat. Kita ini hanya ingin ikut event internasional, atau ingin prestsai? Kalau hanya ingin event internasional tapi selalu kalah. Saya tanya, lalu kebanggaan kita ada di mana?
“Kita ikut terus event internasional, kualifikasi Piala Dunia, di tingkat Asia, ASEAN, tapi kita malu terus, kalah lagi, kalah lagi, kalah lagi. Yang ingin kita lakukan adalah pembenahan total. Pembenahan total daripada kita punya prestasi seperti itu terus sepanjang masa.
Jokowi akhirnya sampai pada masalah pembekuan PSSI yang dilakukan menterinya, Menpora Imam Nahrawi. Ia dengan jelas menyatakan dukungan pada apa yang dilakukan oleh pembantunya itu, jika itu memang program untuk pembenahan sepakbola.
“Ya kalau terjadi pembekuan, ya memang harus ada pembenahan total, reformasi total, pembenahan manajemen, pembenahan sistem,” ucap Jokowi. (*)