bidik.co — Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, Sri Sultan Hamengkubuwono X, menjamin tidak akan ada kelangkaan Bahan Bakar Minyak (BBM) di wilayahnya.
Sultan juga meminta agar masyarakat tidak panik, karena ketersediaan BBM dipastikan akan aman. Mengenai antrean panjang di SPBU, menurut Sultan, disebabkan adanya pembatasan BBM yang dimaksudkan untuk menghindari kelangkaan.
“Sampai dengan 31 Desember 2014, stok BBM di DIY aman, jadi masyarakat tidak perlu panik. Beli saja yang sewajarnya,” kata Sultan, Selasa (26/8/2014) malam.
Sementara itu, hingga pukul 20.00 WIB, antrean cukup panjang masih terjadi di sejumlah SPBU. Bahkan, ada beberapa SPBU yang ditutup karena kehabisan stok.
Theresia, warga Condongcatur, Sleman, terpaksa harus membeli pertamax untuk kendaraan roda dua yang biasanya diisi premium.
“Ya terpaksa pakai pertamax, karena mau antre premium panjang dan belum tentu saya dapat. Apalagi, ini sudah pom bensin kedua yang saya datangi,” kata Theresia.
Sementara itu di Jakarta sebagai orang yang mencari penghasilan di jalan, para tukang ojek sangat bergantung dengan keberadaan BBM. Pembatasan premium bersubsidi di SPBU tentu memberikan dampak langsung bagi para tukang ojek.
Salah satu tukang ojek di wilayah Pasar Minggu, Rahmat (43), mengaku sangat dirugikan dengan pembatasan tersebut. “Ngantri (premium) itu jelas bikin waktu tersita. Kalau mau ganti pertamax pengeluaran jadi cuma buat itu aja, buat kitanya jadi makin tipis,” kata Rahmat, Rabu (27/8/2014).
Untuk menyiasati antrian yang panjang, Rahmat mengatakan, dirinya harus mengisi bensin di malam hari.
“Kalau enggak, ya terpaksa eceran. Yang penting kan waktu. Lebih baik ngorbanin 1.500. Sekarang kan eceran umumnya delapan ribu,” ujarnya.
“Kita kan ngejar waktu. Kalau ngantri, ngantrinya lama, bisa setengah jam,” tambah Rahmat lagi.
Tukang ojek yang lain, Soleh (34) mengatakan hal yang tidak jauh berbeda. Ia mengaku pembatasan tersebut membuatnya mau tidak mau harus membeli pertamax.
“Tadi aja isi di SPBU Condet jam 9, premiumnya udah abis. Jadi mau nggak mau isi pertamax, daripada nggak narik,” kata Soleh.
Karena harus menggunakan pertamax yang harganya lebih mahal dibanding premium bersubsidi, Soleh mengaku bingung untuk menutupi kebutuhan sehari-hari.
“Misalnya, tadinya kita narik tujuh ribu. Sekarang jadi ada niatan naikin tarif. Tapi penumpang kan nggak mau. Jadi berkurang aja pemasukannya, untuk anak, istri,” ungkapnya.(ai)