Home / Politik / Tim Jokowi: Belum Ada Bukti Pelanggaran Terstruktur, Sistematis, dan Masif

Tim Jokowi: Belum Ada Bukti Pelanggaran Terstruktur, Sistematis, dan Masif

bidik.co — Pernyataan sejumlah saksi Prabowo Subianto-Hatta Rajasa yang diungkapkan pada sidang kedua perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) di Mahkamah Konstitusi, Jumat (8/8/2014), belum mampu membuktikan secara tidak langsung asumsi pelanggaran yang dituduhkan kubu pasangan nomor urut satu itu kepada Komisi Pemilihan Umum.

“Sepanjang keterangan saksi yang diberikan di persidangan tadi, kita melihat belum ada hal-hal yang menunjukkan bahwa memang terjadi adanya pelanggaran yang terstruktur, sistematis, dan masif karena memang keterangan yang diberikan nilai pembuktiannya tidak terlalu kuat,” kata anggota tim advokat Joko Widodo-Jusuf Kalla, Taufik Basari, seusai persidangan di MK, Jumat (8/8/2014) malam.

Ia mengatakan, dari 26 saksi yang memberikan keterangan, hampir sebagian besar saksi mempersoalkan keberadaan daftar pemilih khusus tambahan (DPKTb) yang tidak terdaftar di tempat pemungutan suara. DPKTb itu dianggap bermasalah lantaran tidak adanya fotokopi kartu tanda pengenal mereka yang dilampirkan serta tidak ada formulir C7.

“Di lapangan entah mungkin karena tidak paham atau tidak tahu, maka di beberapa TPS ada yang tidak dikumpulkan fotokopi KTP-nya,” ujarnya.

Menurut dia, pelanggaran itu termasuk ke dalam jenis pelanggaran administratif yang seharusnya tidak perlu diselesaikan di Mahkamah Konstitusi. Ia mengatakan, jenis pelanggaran seperti itu cukup diselesaikan secara berjenjang pada rapat pleno.

“Tentu bukan di MK penyelesaiannya. Penyelesaian untuk persoalan seperti ini pada saat rapat pleno berjenjang. Itu bisa dilakukan dan kalau tidak selesai bisa dilaporkan ke Bawaslu dan seterusnya. Itu bukan di MK,” ujarnya.

Sementara itu di tempat terpisah, Direktur Eksekutif Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Angraini mengatakan secara definisi bahwa pelaksanaan Pilpres terjadi dengan kecurangan secara terstruktur, sistematis dan massif (TSM) seperti melibatkan jajaran penyelenggara Pemilu, direncanakan kecurangan dengan matang dan disengaja.

Menurutnya, Bawaslu mengakui jika hal demikian terjadi merupakan tamparan keras bagi Bawaslu selaku pengawas Pemilu. Jika terjadi kecurangan, hal demikian menunjukkan bahwa Bawaslu tidak melakukan fungsinya selaku pengawas Pemilu.

Dijelaskannya, para Pemohon semestinya harus bisa membuktikan bahwa terjadi kecurangan Pilpres sebagaimana yang mereka tuduhkan. Sebagaimana diperkuat dalam sidang, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) juga membantah adanya praktek kecurangan secara TSM.

“Pernyataan dari Bawaslu itu sendiri sudah muncul tentang TSM, maka pemohon harus bekerja sangat keras untuk bisa membuktikan bahwa dugaan dalil yang mereka sebutkan terjadi,” terangnya.

Pihaknya juga tidak menemukan adanya kecurangan secara terstruktur dan sistematis saat Pemilu Presiden. Lanjutnya, bentuk pelanggaran yang ditemukan dalam Pilpres lalu adalah kampanye hitam dan berkampanye di luar jadwal.

“Adanya keterbukaan dan DKPP, Bawaslu dan lembaga pemantau, sebenarnya bisa mengerem pelanggaran itu, sehingga pemohon mesti memiliki bukti yang tidak dimiliki lembaga pemantau dan harus diyakinkan pada persidangan bahwa dalil mereka benar apa adanya,” jelasnya. (ai)

Komentar

Komentar

Check Also

Difriadi: Pilkada Harus Jadi Persemaian Demokrasi di Indonesia

Bidik.co — Bulan November 2024, rakyat Indonesia masih harus memenuhi hak dan kewajiban politiknya untuk …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.