bidik.co – Demokrasi juga sedang mengalami ujian di Hongkong. Warga bekas koloni Inggris itu kini sedang mempertahankan hak untuk memilih langsung pemimpin mereka. Hak dasar dalam demokrasi tersebut terancam dihapus karena Beijing hendak menerapkan aturan baru bahwa kandidat pemimpin Hongkong harus lolos seleksi komite yang dibentuk Tiongkok Daratan
Tuntutan warga Hongkong itu diabaikan petinggi Tiongkok. Akibatnya, sejak awal September ini demonstrasi menuntut pemilu langsung marak terjadi di salah satu pusat finansial terbesar di dunia tersebut.
Puluhan ribu demonstran menutup jalanan utama. Imbasnya, sekolah-sekolah terpaksa diliburkan dan tercatat 17 bank menutup kantor layanan.
Sebab, puluhan ribu demonstran itu menduduki jalan utama di tengah kota yang menuju distrik finansial dan pemerintahan. Pengunjuk rasa juga meluber ke distrik perbelanjaan Causeway Bay dan area permukiman penduduk. Jalan utama di Mongkok juga dikuasai demonstran.
Tiongkok memblokir aplikasi Instagram setelah foto-foto demonstrasi prodemokrasi di Hongkong tersebar luas. Laman Instagram tidak dapat diakses di Hongkong, Beijing, Shenzhen, Mongolia Dalam, Heilongjiang, dan Yunnan. Pemblokiran terhadap Instagram menambah daftar beberapa aplikasi layanan asing yang sebelumnya diblokir pemerintah Tiongkok seperti Facebook, YouTube, Twitter, bahkan Googles online services sudah tidak dapat diakses sejak Juni. Begitu pun dengan layanan pesan milik Jepang dan Korea Selatan Kakao Talk.
Selain itu, perlawanan tahun ini disimbolkan dengan payung, kacamata khusus, dan masker. Banyaknya pendemo yang membawa payung untuk perlindungan semprotan air menciptakan julukan Umbrella Revolution (Revolusi Payung). Istilah itu kini sedang tren di media sosial Hongkong.
Senin, (6/10/2014). Ratusan pengunjuk rasa prodemokrasi tidur di jalanan Hong Kong menjelang batas waktu agar mereka membubarkan diri.
Demonstrasi yang sudah berlangsung selama delapan hari ini sempat membuat wilayah itu nyaris lumpuh namun jumlah pengunjuk rasa yang turun ke jalan menurun tajam.
Sebagian ingin tetap menggelar aksi untuk mendapatkan hasil yang nyata sementara sebagian yang takut dengan gas air mata, peluru karet, dan penangkapan berpendapat sudah saatnya untuk mengambil jalan dialog.
Pihak berwenang sudah menegaskan bahwa kantor-kantor pemerintah dan sekolah-sekolah akan buka hari Senin.
Ketua Eksekutif Hong Kong, CY Leung sudah meminta pengunjuk rasa membubarkan diri dan menegaskan polisi memiliki tanggung jawab untuk mengambil tindakan guna memulihkan ketertiban sosial.
Baik pemerintah dan kelompok pengunjuk rasa sudah memberikan indikasi mereka siap untuk melakukan pembicaraan guna mencari jalan keluar dari kebuntuan yang terjadi selama seminggu lebih.
Unjuk rasa besar-besaran di Hongkong itu dipicu keputusan pemerintah Tiongkok yang melarang pemilihan langsung pemimpin Hongkong mulai 2017. Padahal, saat Inggris mengembalikan Hongkong kepada Tiongkok pada 1997, Beijing berjanji menerapkan level otonomi dan kebebasan yang tak bisa dinikmati warga Tiongkok Daratan dalam sistem yang disebut “satu negara dua sistem”.
Dalam aturan baru, mulai 2017, Beijing hanya memperbolehkan warga memilih calon pemimpin yang disetujui pemerintah pusat. Kepala eksekutif Hongkong dipilih 1.200 anggota komite dan harus disetujui pemerintah pusat Tiongkok. Itulah yang tidak dikehendaki demonstran. Artinya, para kandidat tersebut adalah orang-orang yang pro-Beijing. Padahal, mereka menginginkan pemimpin yang benar-benar memahami Hongkong dan dipilih langsung oleh warga tanpa intervensi dari Beijing. (if)