bidik.co – Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Tedjo Edhi Purdijatno melarang Polri untuk mengeluarkan izin pelaksanaan Musyawarah Nasional (Munas) IX Golkar di Bali, 30 November 2014 mendatang.
“Untuk menghindari potensi kerusuhan yang lebih besar saat Munas diselenggarakan di Bali, yang menghadirkan lebih banyak kader Partai Golkar dari DPD I dan DPD II seluruh Indonesia, maka Menko Polhukam Tedjo Edhi Purdijatno meminta jajaran Polri tidak mengeluarkan izin penyelenggaraan Munas ke IX Partai Golkar tanggal 30 November s/d 3 Desember 2014 di Bali,” demikian isi siaran pers Humas Kemenko Polhukam, Selasa (25/11/2014).
Tedjo menjadikan, potensi rusuh sebagai alasan pelarangan Munas Golkar tersebut. Hal itu merujuk terjadinya sejumlah kericuhan antar kader Partai Golkar saat rapat persiapan munas di Kantor DPP Golkar.
“Pada rapat pleno Partai Golkar di kantor DPP Partai Golkar hari Selasa 25 November 2014 pukul 15.30 WIB, terjadi bentrokan antara yang pro dan kontra penyelenggaraan Munas ke IX di Bali tanggal 30 November s/d 3 Desember 2014, sehingga mengakibatkan beberapa orang mengalami luka-luka,” sebut siaran pers itu.
Tedjo pun meminta pimpinan Partai Golkar untuk menunda penyelenggaraan munas yang telah diagendakan pada 30 Novenver nanti. Pertimbangannya, akhir tahun 2014 merupakan puncak kunjungan wisatawan ke Bali.
Dengan banyak kader Golkar yang hadir di Bali, kata Tedjo, potensi konflik akan lebih besar, sehingga dikhawatirkan membuat citra Indonesia akan buruk di mata dunia internasional.
“Hal tersebut akan membuat negara-negara di dunia mengeluarkan travel warning bagi warga negaranya yang akan berlibur di Bali,” tegas Tedjo.
Jika itu terjadi, ujar Tedjo, pasti akan merugikan sektor kepariwisataan di Indonesia. Oleh karena itulah, ia meminta Munas IX Golkar sebaiknya ditunda dulu.
Sementara itu Ketua Umum Partai Golkar, Aburizal Bakrie (ARB), enggan merespon saran Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Tedjo Edhy Purdijatno, yang meminta Partai Golkar agar tidak menggelar Musyawarah Nasional (Munas) di Bali.
Sebab, kata ARB, tidak ada kebijakan yang mengatur partai politik harus meminta izin kepada pihak berwajib untuk melaksanakan Munas.
“Dalam Undang Undang tidak diperlukan izin bagi partai politik untuk Munas. Yang ada hanya pemberitahuan, apakah ditolak atau tidak pemberitahuan itu,” kata ARB, dalam konferensi pers di Tower Bakrie di Epicentrum-Kuningan, Jakarta, Selasa (25/11/2014).
Terkait pernyataan anggota Golkar, Yoris Raweyai, yang mendesak Polri melarang Golkar menyelenggarakan Munas di Bali, ARB pun enggan menggubris. ARB mengaku, telah membicarakan hal itu dengan pihak kepolisian.
“Mudah-mudahan tidak ada alasan bagi Polri (melarang). Saya sudah berbicara dengan Kapolri, tidak ada alasan untuk melakukan satu pembatalan seperti yang disampaikan beliau itu (Yoris),” terangnya.
Sebelumnya, Menko Polhukam, Tedjo Edhy Purdijatno, meminta DPP Partai Golkar agar tidak memaksakan diri menggelar Munas di Bali.
Menurutnya, bila Munas tetap dipaksakan dan menimbulkan kericuhan bisa mengancam industri pariwisata di Bali. Sebab, hingga saat ini situasi konflik internal Golkar belum usai.
“Kalau itu terjadi (ricuh), nama kita jadi buruk, untuk upgrade namanya itu sulit, Indonesia tidak aman. Apalagi di Bali tempat wisatawan,” ujar Tedjo di kantornya.
Menurutnya, banyaknya kader yang akan menghadiri Munas dapat memicu potensi konflik lanjutan dan bisa memberi citra buruk bagi bangsa. Paling buruk, negara-negara asal wisatawan mancanegara bakal menetapkan ‘travel warning’.
“Berani memilih mana yang lebih penting untuk kepentingan bangsa dan negara. Harusnya begitu dong, kalau Golkar kan kapan saja bisa,” ungkapnya. (*)