bidik.co – Kubu Agung Laksono mengaku kerap menerima keluhan dari kader daerah tentang Aburizal Bakrie (Ical) yang disebut sebagai pemimpin diktator. Dalam aturan AD/ART partai Golkar ada Mahkamah Partai yang selaiknya menjadi mediator kedua kubu ini.
Namun alih-alih melapor ke Mahkamah Partai, Waketum Agung Laksono justru membentuk Tim Penyelamat Partai dan menonaktifkan Ical sebagai Ketum. Mengapa Agung tak melapor ke Mahkamah Partai?
“(Mahkamah partai)Dia-dia (kubu Ical) juga,” kata Agung usai jumpa pers di kediamannya, Jalan Cipinang Cempedak II, Jaktim, Rabu (26/11/2014) malam.
Ia mengatakan ia memang tak pernah mencoba mengadu ke Mahkamah Partai. Alasannya, karena ia tahu keluhannya tak akan digubris.
“Karena itu kami lebih baik membentuk ini (Tim Penyelamat Partai),” ucapnya.
Meski begitu, dalam rapat pleno Senin (26/11) di kantor DPP kubu Ical sempat menawari Ketua Mahkamah Partai Muladi sebagai ketua tim namun ditolak Muladi. Kubu Agung pun langsung menunjuk Agung Laksono sebagai ketua tim.
Setelah penolakan itu, Agung berharap Muladi tetap bertahan pada posisinya sebagai Ketua Mahkamah Partai dan bersikap netral.
“Sesuai posisi, kita harapkan tetap netral dan independen tapi kita tidak tahu kenyataannya bagaimana,” ucapnya.
Sementara itu kubu Agung Laksono langsung membuat Tim Penyelamat Partai atau presidium partai. Tim ini pun langsung gerak cepat dengan menonaktifkan Ketum Golkar Aburizal Bakrie dan memboikot Munasnya
Namun, pembentukan tim ini langsung Dikritik karena pembentukan tim penyelamat partai atau presidium tak pernah ada dalam AD/ART partai.
“Presidium atau tim penyelamat partai ini memang tak ada di AD/ART. Ini semata-mata kami buat untuk menyelamatkan partai dan mempersiapkan Munas IX pada Januari 2015,” kata salah satu presidium, Agun Gunanjar dalam jumpa pers di rumah Agung Laksono, Jalan Cipinang Cempedak I, Jakarta Timur, Rabu (26/11/2014) malam.
Ia menjelaskan pembentukan tim ini dilakukan pada rapat pleno di kantor DPP Golkar pada Senin (25/11) usai aksi pelemparan botol yang membuat rapat pleno yang dipimpin Theo L Sambuaga itu langsung diskrorsing.
Agung pun langsung mengambil alih rapat dan membentuk tim yang terdiri dari 7 calon Ketum Golkar itu. Menurutnya, pengambilan keputusan membentuk tim itu tetap sah meski Theo sudah menutup rapat pleno.
“Karena agi kami rapat itu tidak memenuhi persyaratan sebagai mana perintah adart bhwa setiap pengambilan kputusana ada tatacara. Tidak mungkin disetujui tanpa persetujuan rapat. Rapat itu tidak sampai 2 atau 3 menit sehingga orang memilih mengatakan itu pengumuman saja. Apakah tatacara itu yg diatur? Karena itu AD/ART tidak terpenuhi,” sambungnya.
“Sehingga menurut moral kami, rapat pleno yang ditutup secara paksa itu masih berlangsung dan karena itu kami buat presidium,” ucap Agung Laksono yang juga hadir dalam acara.
Meski hanya berlandaskan rapat pleno, presidium ini berjalan menonaktifkan Ical dan memboikot Munas yang akan dilaksanakan di Bali. Menurutnya, Munas itu dipaksakan tanpa persiapan yang jelas dan melanggar AD/ART.
“Kalau mengacu pada Munas VIII 2009, Munas IX harus dilaksanakan 2015. Dan Munas ini sampai sekarang belum ada persiapan. Agendanya pun tidak jelas. Ini terlalu dipaksakan,” tutup mantan Menko Kesra itu. (*)