Home / Politik / Ancam Demokrasi, Jika Pemblokiran Media Dibiarkan

Ancam Demokrasi, Jika Pemblokiran Media Dibiarkan

 

bidik.co — Tindakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) memblokir 19 situs berita Islam menuai kritik tajam dari masyarakat. Hal ini juga menjadi perhatian Serambi Islam Institute sebagai lembaga kajian keislaman yang peduli dengan dakwah Islam kemanusiaan di Indonesia.

“Kami khawatir sepertinya ada usaha dari pemerintah saat ini memberangus media berita yang tidak sejalan dengan rezim saat ini namun untuk langkah awal maka media yang dikabarkan milik Islam yang menjadi korban,” ujar Direktur Serambi Islam Institute, Muhammad Syafii Pasaribu dalam keterangannya, Selasa (31/3/2015).

Dia meminta semua pihak tidak terjebak dengan pemblokiran media Islam yang kini hangat dikabarkan. Penting untuk dicatat adalah pemblokiran tersebut akan berimbas kepada media berita lainnya yang mengambil sikap oposisi dengan pemerintah.

Dan jika ini benar-benar terjadi maka media berita yang berani melawan pemerintah akan menerima surat peringatan dengan ancaman akan diblokir. Kondisi ini lambat laun akan mengembalikan kita pada zaman Orde Baru dan pastinya akan berbahaya bagi demokrasi.

“Kami menilai jika demokrasi dibunuh, segala kritikan kepada pemerintah tidak akan muncul kepermukaan dan ini berarti suara rakyat tidak akan bepengaruh lagi,” tukas Muhammad Syafii.

Sebelumnya Anggota Komisi I DPR Ahmad Zainuddin menegaskan Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) harus menjelaskan soal pemblokiran situs-situs Islam agar tidak terjadi kegaduhan di masyarakat.

Pasalnya, media-media Islam yang disebutkan telah diberlakukan pemblokiran justru selama ini menentang paham radikalisme ISIS.

“Sampai saat ini tidak ada penjelasan resmi dari Menkominfo. Tapi tiba-tiba saja menyeruak di masyarakat. Maksudnya apa, apakah operasi, atau apa. Pemerintah sebaiknya terbuka saja. Jangan tiba-tiba saja dan diam-diam. Pemerintah harus jelaskan,” ujar Zainuddin di Jakarta, Senin (30/3/ 2015).

Menurut Zainuddin, mendukung upaya pemerintah dalam melakukan upaya-upaya mencegah penyebaran paham ISIS. Sebagaimana ormas-ormas Islam dan juga media-media Islam resmi di Indonesia, lanjut dia, menolak cara-cara kekerasan yang dilakukan ISIS atas nama Islam.

Namun, dengan melakukan pemblokiran secara diam-diam dan tertutup, Zainuddin menegaskan, sama dengan membredel kebebasan pers.

Kebebasan pers dijamin dalam UU No 40 tahun 1999 ayat 1 yang berbunyi “Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara”; ayat 2 “Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran’; dan ayat 3 yang berbunyi ‘Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi”.

“Kita mencoba menegakkan demokrasi dan menolak radikalisme agama. Tapi dengen membredel media, itu membunuh kebebasan pers yang menjadi pilar demokrasi,” tegasnya.

Ketua DPP PKS ini juga mengatakan, pemerintah dan penegak hukum sebaiknya lebih erat lagi bekerjasama dengan unsur-unsur umat Islam, termasuk di dalamnya media Islam, dalam mencegah paham ISIS, dan bukan sebaliknya. Apalagi ada Dewan Pers yang menaungi kode etik media nasional, menurut Zainuddin, Menkominfo juga harus melibatkan Dewan Pers.

“Tidak hanya menerima permintaan begitu saja dari BNPT. Menkominfo juga harus berdialog dengan tokoh-tokoh Islam soal situs-situs yang dianggap radikal menurut definisi BNPT. Bagaimana penanganannya yang adil,” ucapnya.

Zainuddin juga mengatakan kesewenangan seperti yang dilakukan BNPT maupun Kemenkominfo dikhawatirkan menimbulkan antipati dari anak bangsa terhadap pemerintah. (*)

Komentar

Komentar

Check Also

Bupati Siak, Alfedri Tak Siap Temui Masyarakat

Bidik.co — Jakarta- Eks Ketua Himpunan Pelajar Mahasiswa (Hipemasi) Jakarta memberitahukan saat rapat kerja kordinator …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.