bidik.co — Penetapan status Komisaris Jenderal (Komjen) Budi Gunawan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencoreng wibawa Presiden Joko Widodo.
Pengamat kepolisian dari Point Indonesia, Karel Susetyo menilai, Kompolnas ikut menjadi penyebab tercorengnya wibawa presiden karena bagaimanapun mereka merekomendasikan nama Budi Gunawan sebagai calon Kapolri.
“Kalau saja nama BG tidak masuk dalam lima nama calon Kapolri yang diajukan Kompolnas ke presiden, niscaya tak akan ada pencalonan BG sebagai Kapolri. Karenanya presiden layak meminta pertanggung jawaban dari Kompolnas,” ujar Karel, Selasa (13/1/2015).
Penetapan Budi Gunawan sebagai tersangka, kata dia, jelas membuat kredibilitas Kompolnas sebagai lembaga pengawas kepolisian hancur. Sebab, nama Budi Gunawan satu dari beberapa nama yang direkomendasikan sebagai calon Kapolri. Bahkan, Kompolnas menjamin Budi Gunawan tidak terkait kasus rekening gendut.
“Bagi Kompolnas, situasi semakin sulit karena mereka menyatakan semua calon Kapolri yang diajukan ke presiden sudah melalui penilaian terbaik. Kompolnas bahkan berani menjamin bahwa Budi Gunawan tidak terkait kasus rekening gendut,” papar Karel.
Selain Kompolnas, kata dia, penetapan status tersangka Budi Gunawan juga menampar citra institusi Polri. Dengan penetapan tersebut Polri tetap dicap sebagai lembaga korup.
“Dan ini bisa membuat kepercayaan publik terhadap kepolisian berada pada titik terendah,” imbuh Karel.
Saat ini, Wakil Ketua DPR, Fadli Zon menunggu sikap dan langkah yang akan diambil oleh Presiden Joko Widodo terkait dengan ditetapkanya calon Kapolri Budi Gunawan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Fadli menjelaskan, adalah Presiden yang mengajukan calon Kapolri kepada DPR. Kemudian DPR, dalam konteks ini Komisi III, secara prosedural melaksanakan fit and proper test, dan hasilnya akan menjadi sikap resmi DPR.
Sejauh ini, kata Fadli, DPR baru menerima surat pengajuan dari Presiden dan belum melakukan fit and proper test. Dan dengan perkembangan baru status Budi menjadi tersangka, maka DPR tentu saja menunggu Presiden.
“Apakah Presiden akan meneruskan langkah surat yang sudah disampaikan atau menarik kembali surat itu. Itu yang kami tunggu,” kata Fadli, Selasa (13/1/2015).
Fadli melanjutkan, bila memang ada surat baru maka DPR akan menggelar lagi paripurna untuk menilai apakah akan digelar fit and proper test atau tidak.
“Kalau tidak menarik surat itu, lalu langkah Presiden bagaimana. Jadi sekali lagi kita menunggu sikap Presiden. Bola ada di tangan Presiden,” tegas Fadli.
Dirinya menegaskan, bila tidak ada perkembangan ini tentu saja DPR akan melakukan fit and proper test terhadap Budi Gunawan. Dan isu yang beredar selama ini akan ditanyakan langsung oleh DPR dalam forum tersebut.
Fadli Zon sendiri, yang sedang berada di Quito dalam rangka menghadiri Sidang Tahunan Asia Pacific Parliamentary Forum (APPF) ke-23, menilai penetapan Budi Gunawan sebagai tersangka merupakan kabar yang mengejutkan. Lebih-lebih idealnya memang calon Kapolri yang diajukan Presiden itu haruslah orang yang clear dan tidak punya masalah.
“Tapi kita harus melihat secara proporsional. Ini juga menjadi catatan, kalau misalnya ada kasus yang melibatkan seseorang dan sudah lama terjadi, maka jangan ditunda-tunda, lalu dibuka bila sesorang itu akan maju dalam jabatan tertentu sebagai kasus. Bila ini terjadi maka tidak ada kepastian hukum dan penegakan hukum menjadi tidak jelas,” demikian Fadli. [ysa]
Sementara Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (Fitra) meminta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) untuk membatalkan niat mereka melakukan uji kelayakan (fit and proper test) terhadap calon tunggal Kapolri, Komjen Pol Budi Gunawan, yang ditunjuk Presiden Joko Widodo.
Alasannya, Budi Gunawan telah ditetapkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai tersangka dalam kasus penerimaan suap atau gratifikasi.
Tapi bukan menunda uji kelayakan, Komisi III DPR RI malah mempercepat agenda uji kelayakan Kepala Lembaga Pendidikan Polri itu menjadi Rabu (14/1/2015).
“Budi Gunawan dijadikan tersangka, DPR jangan coba-coba memaksakan untuk tetap melakukan fit and propert test. Bisa-bisa DPR menjadi musuh yang paling dibenci publik,” tegas Koordinator Fitra, Uchok Sky Khadafi, Selasa (13/1/2015).
Bahkan, Uchok menambahkan, DPR harus dilawan jika tetap melakukan uji kelayakan terhadap tersangka pidana suap itu. Sikap DPR menandakan lembaga itu tidak tahu malu.
Terkait itu, Uchok minta KPK segera menahan Komjen Pol Budi Gunawan agar tidak ada peluang DPR melakukan uji kelayakan terhadapnya.
“Agar semua yang kotor-kotor di lembaga rakyat ini harus distop prosesnya,” gugat Uchok. [ald]
Sedangkan Pusat Kajian (Pusaka) Trisakti, yang merupakan lembaga think thank penyokong Jokowi-JK menganggap hak prerogratif Jokowi sudah sesuai prosedur aturan melewati rekomendasi Kompolnas dan melalui DPR RI dibacakan saat paripurna jauh sebelum KPK menetapkan menjadi tersangka.
Sekalipun Jokowi tidak melibatkan KPK dan PPATK, proses pemilihan Budi Gunawan tetap sah dan legal. Terlebih tidak ada regulasi yang mengharuskan presiden meminta pendapat kepada KPK dan PPATK.
“Jokowi sudah on the right track legal formal pencalonan Pak Budi sebelum KPK menetapkan. Penetapan BG ini tidak akan menunda Jokowi untuk mengganti Kapolri dengan siapapun beliau kehendaki,” ujar Sekretaris Eksekutif Pusaka Trisakti Fahmi Habsyi, Rabu (14/1/2015).
Fahmi menilai agar masalah ini tidak menimbukan dimensi politis mengenai kecurigaan adanya “jenderal kalajengking” yang bermain dalam perebutan jabatan Kapolri, maka DPR atas nama amanat Paripurna diminta untuk melanjutkan proses fit and proper test Budi Gunawan.
“Dalam proses itu DPR bisa mencari penjelasan mengenai penetapan tersebut,” sambungnya.
Lebih lanjut, Fahmi berharap DPR juga bisa memperkuat nyali KPK untuk menetapkan kasus gratifikasi jika ada jenderal aktif lain yang lebih hebat dari Budi Gunawan. Seperti pelindung bandar dan tempat narkoba juga backing kasus penyelundupan BBM.
“Jangan sampai publik berpikir kasus BG ini bisa bernasib seperti kasus Hadi Purnomo yang bagaikan sinetron Tersanjung, tak jelas ujung episodenya,”tandasnya.
“Maka berikan kesempatan KPK bekerja sesuai yang diyakininya dan DPR bekerja sesuai yang diamanatkan saat rapat Bamus dan paripurna karena sudah diminta presiden,” pungkasnya. (*)