Bidik.co — Negara Kesatuan Republik Indonesia lahir dari adanya kesadaran semangat persamaan, semangat bersatu, semangat bersama-sama untuk mewujudkan kemerdekaan, bukan dari semangat perbedaan. Hal itu ditunjukkan dengan proses penyusunan falsafah dan konstitusi negara, Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
“Semangat gotong royong yang dirintis oleh pendiri Bangsa dan Negara Indonesia, bukanlah sesuatu yang didapat secara serta merta, tetapi melalui proses yang panjang, kompleks dan berat. Berangkat dari titik persamaan, dikembangkan menjadi berbagai bentuk dan akhirnya menjadi ruang persamaan,” tutur Anggota MPR RI dari Fraksi Partai GERINDRA, Difriadi dalam Sosialisasi Hasil-hasil Keputusan MPR RI, di Restoran Lima Rasa Banjarmasin, Rabu (19/6/2024).
Selanjutnya, Difriadi menjelaskan, hal itu tepat ketika dihadapkan pada momen kurban. Setiap memasuki bulan Dzulhijah, kita selalu diingatkan tentang pentingnya meneladani perilaku Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS. Ada beberapa nilai keteladanan yang bisa kita ambil, seperti pola pikir secara rasional dalam proses mencari kebenaran, pentingnya membangun generasi dengan mempersiapkan keahlian, ilmu pengetahuan dan perilaku, serta mengenai kepatuhan.
“Kepatuhan ditunjukkan dengan adanya ketaatan seorang anak kepada orang tuanya dan kepada Sang Pencipta. Melalui Peringatan Iduladha kita belajar tentang pentingnya Kepemimpinan (leadership) serta kepatuhan dari pengikutnya,” tutur Anggota DPR RI Komisi II yang membidangi politik dan pemerintahan ini.
“Dengan nilai-nilai yang terkandung dalam ibadah kurban dan keteladanan Nabi Ibrahim AS, sebenarnya kita semua dikaruniai kemampuan untuk menciptakan kebaikan, khususnya dalam memperkuat semangat kebersamaan dan gotong royong serta merawat dan memperkuat kebhinekaan kita untuk persatuan bangsa,” tegas Difriadi.
Dengan mensitir Al Qur’an Surat Al Hujurat ayat 13 Difriadi menerangkan bahwa Tuhan Allah telah menciptakan kita semua dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kita semua berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kita saling kenal-mengenal.
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal,” urai Difriadi.
Terkait dengan perubahan zaman yang telah mempengaruhi perilaku setiap generasi, Difri mengingatkan hal itu harus disikapi secara bijak sesuai dengan kontek waktunya. Penyikapannya tidak bisa disamakan antargenerasi.
“Melihat perkembangan zaman, maka tantangan dalam membangun persamaan semakin dinamis dan kompleks. Hal ini dikarenakan perubahan perilaku setiap generasi. Masing-masing generasi, seperti; Baby Boomers, Gen X, Gen Y, Gen Z dan Gen Alpha dst, memiliki keunikan perilaku dan cara pandangnya masing-masing. Untuk itu, desain, pendekatan dan paradigma membangun kekitaan juga harus mengikuti perkembangan zaman,” pungkas Difri. (is/my)