bidik.co — Hakim Mahkamah Kostitusi (MK) Patrialis Akbar membantah pernah menyatakan dukungan Pilkada lewat DPRD dan menilai UU Pilkada itu berpotensi digugat ke MK.
“Saya itu kasih umum tentang peran MK, yang saya sampaikan ada salah satu skripsi dari mahasiswa dan itu jauh sebelum adanya pembahasan yang sekarang,” ujar Patrialis saat dihubungi, Selasa (23/9/2014).
Patrialis mengatakan, dalam skripsi mahasiswa tersebut berisi tentang kelemahan dari pilkada langsung. Oleh karena itu apa yang disampaikan Patrialis merupakan pendapat dari mahasiswanya yang tertuang dalam skripsi.
“Saya tegaskan itu bukan pendapat saya, itu skripsi,” ujarnya.
Pernyataan bernada dukungan terhadap Pilkada tidak langsung terlontar dari Patrialis saat memberi kuliah umum ke mahasiswa di Universitas Muhammadiyah Ciputat, Tangsel, Senin (15/9/2014) lalu. Dalam kuliahnya Patrialis menyatakan Pilkada via DPRD bukanlah hal yang melanggar konstitusi. Dalam kuliah itu, Patrialis juga memberikan pemaparan tentang pilkada oleh rakyat yang juga tidak memiliki konstitusi.
Atas isi kuliah umum tersebut, Koalisi Masyarakat Sipil Selamatkan MK melaporkan Patrialis Akbar, ke dewan etik lembaga tersebut. Patrialis dianggap telah melanggar kode etik.
Pelanggaran kode etik itu dilakukan Patrialis dengan mengeluarkan pernyataan yang mendukung pelaksanaan Pilkada lewat DPRD.
“Ada 2 prinsip yang dilanggar oleh Pak Patrialis, yaitu prinsip kepantasan dan kesopanan dalam Kode Etik Hakim MK,” ujar salah satu anggota Koalisi, Erwin Natosmal Oemar, yang mengajukan pelaporan di Gedung MK, Selasa (23/9/2014).
Erwin menjelaskan, RUU Pilkada yang dikomentari oleh Patrialis memiliki potensi besar untuk digugat oleh masyarakat bila wacana pelaksanaan Pilkada lewat DPRD yang dimuat di RUU itu disetujui oleh DPR.
Ia menilai, tidak seharusnya seorang hakim konstitusi menyatakan keberpihakannya seperti itu pada sebuah acara publik yang juga diliput oleh media.
“Kode etik itu melekat pada seorang hakim tidak hanya pada saat persidangan, tapi juga di luar sidang. Sebaiknya hakim MK bisa menahan diri untuk berkomentar pada apapun yang terkait peraturan perundang-undangan yang potensial digugat di MK,” ujarnya.
Menurut Erwan, pelaporan yang dilakukan oleh pihaknya itu kini telah diterima oleh Sekretaris Dewan Etik MK. Pihaknya menanti tindak lanjut temuan yang dilaporkan dan sanksi yang akan dijatuhkan kepada Patrialis.
Selanjutnya Erwin menjelaskan, tujuan utama pelaporan ini adalah untuk menjaga kredibilitas MK sebagai lembaga terdepan dalam mengawal pelaksanaan demokrasi di Indonesia.
“Dalam konteks betapa rawannya demokrasi kita ini, seorang hakim MK bisa saja melumpuhkan demokrasi yang baru kita bangun sejak reformasi. Atas dasar itulah teman-teman melakukan pelaporan ini, yaitu untuk menjaga etik dan marwah konstitusi MK,” ucapnya.
Koalisi Masyarakat Sipil Selamatkan MK yang melakukan pelaporan ini terdiri dari beberapa LSM maupun lembaga akademik yang bergerak di bidang hukum dan demokrasi, yaitu Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Pusat Studi Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Andalas, Indonesian Corruption Watch, Indonesian Legal Roundtable, dan Perhimpunan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem). (ai)