bidik.co — Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) bertindak tegas, sebanyak 7 Komisioner Komisi Pemilihan Umum mendapat sanksi berupa peringatan terkait perintah pembukaan kotak suara yang sudah tersegel pasca penghitungan suara nasional.
DKPP menyatakan Komisi Pemilihan Umum dalam membuka kotak suara melanggar kode etik. Dengan demikian, DKPP menerima pengaduan pengadu yakni Tim Advokasi Prabowo Subianto-Hatta Rajasa.
“DKPP mengambil kesimpulan bahwa Teradu 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7 terbukti melanggar kode etik dan memberikan peringatan kepada teradu 1, 2,3, 4, 5, 6, 7,” ujar majelis hakim DKPP, Valina Singka Subekti, saat membacakan putusan dalam sidang kode etik DKPP, di Kementerian Agama, Jakarta Pusat, Kamis (21/8/2014).
Valina mengatakan, teradu telah melanggar asas kepastian hukum tentang kode etik penyelenggara negara. Meskipun demikian, KPU dianggap telah melakukan pembukan kotak suara dengan prinsip transparansi.
Selanjutnya, saat pembukaan kotak suara, KPU telah mengundang saksi dari kedua pasangan calon, perwakilan Panwaslu atau Bawaslu, serta pihak terkait yang berkepentingan. Hal itu menunjukkan profesionalitas yang dilakukan oleh KPU.
“Tetapi karena pada saat pembukaan kotak suara, KPU melibatkan saksi dan pihak terkait, hal itu membantu untuk meringankan,” ucap Valina.
Valina melanjutkan DKPP menyimpulkan mereka masih bekerja dengan baik seperti profesional, transparan, independen, akuntabilitas. Namun, dia tetap mengingatkan dokumen dalam kotak suara bukanlah milik KPU.
“Data, dokumen, informasi milik publik sebagai mahkota pemilu. Pembukaaan kotak suara hanya boleh atas perintah undang-undang,” tuturnya.
Valina menambahkan, DKPP meminta agar kedepannya KPU membuat peraturan yang jelas agar tidak ada lagi perdebatan terkait pembukaan kotak suara. Ketujuh komisioner yang menerima Sanksi peringatan oleh DKPP adalah Husni Kamil Manik, Ferry Kurnia Rizkiansyah, Ida Budhiati, Arif Budiman, Hadar Nafis Gumay, Sigit Pamungkas, dan Juri Ardiantoro. (ai)