bidik.co – Daftar pemilih khusus tambahan (DPKTb) menjadi salah satu poin yang dipermasalahkan dalam sidang sengketa pemilu presiden di Mahkamah Konstitusi.
Pakar Hukum Said Salahuddin, Sabtu (16/8/2014), menyatakan DPKTb bisa dikatakan ilegal karena Komisi Pemilihan Umum menetapkan peraturan lain di luar keputusan Mahkamah Konstitusi.
Dalam Putusan MK No 102/PUU-VII/2009, Mahkamah telah memerintahkan KPU membuat aturan teknis penggunaan hak pilih yang tidak terdaftar dalam daftar pemilih tetap, dengan ketentuan bisa dengan menunjukkan kartu tanda penduduk, paspor, kartu keluarga, atau sejenisnya yang masih berlaku.
“Tapi KPU memberikan izin KTP bisa digantikan dengan surat keterangan domisili dari lurah dan kepala desa, padahal kepala desa sering dimobilisasi,” ujar Said dalam diskusi bertema “Pemilu Belum Beres” di Cikini, Jakarta.
Pakar hukum tata negara Margarito Kamis dari kubu Prabowo Subianto-Hatta Rajasa juga menegaskan Daftar Pemilih Khusus Tambahan (DPKTb) tidak diatur dalam konstitusi. DPKTb dinilai tidak sah karena melanggar Undang-Undang No 42 tahun 2008 tetang Pemilihan Presiden (Pilpres).
“DPKTb tidak sah karena itu tidak diatur dalam Undang-Undang Pilpres, kalau memang itu jalan keluarnya maka tak perlu ada daftar pemilih tetap (DPT),” ungkap Margarito dalam sidang lanjutan ketujuh perkara Pilpres 2014 di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Jumat (15/8/2014) kemarin.
Margarito menilai penggunaan DPKTb, daftar pemilih khusus (DPK), daftar pemilih khusus tambahan (DPTb) tidak sesuai dengan konstitusi. Adapun merela yang dapat menggunakan hak pilih adalah DPT. Menurutnya, jika DPKTb berlaku dengan pertimbangan jaminan hak-hak konstitusional warga negara, maka tidak perlu lagi ada DPT. “Saya berpendapat bahwa DPKTb bertentangan dan merupakan pelanggaran konstitusi,” sambungnya.
Said Salahuddin membeberkan manfaat Daftar pemilih tetap. Pertama, melindungi hak-hak warga negara. Dengan adanya daftar pemilih tetapi, warga negara mempunyai hak memilih dan hak suara.
Kedua, sebagai alat kontrol supaya tidak ada penambahan atau pengurangan surat suara. Ketiga, pemilu bisa diselenggarakan dengan tertib karena masyarakat tidak bisa seenaknya saja dan dimana saja datang ke tempat pemungutan suara.
“DPK (daftar pemilih khusus) adalah makhluk baru di luar DPT. Pemilu ada DPK sejak awal saya menolak itu. DPKTb itu suatu daftar baru, padahal di Undang-Undang kita hanya mengenal DPT,” jelas dia. (if)