bidik.co — Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Dodi Reza Alex Noerdin menyesalkan dikeluarkannya surat dari Rini Soemarno.
“Kami menyayangkan surat itu karena kalau alasannya menunggu konflik di DPR, kan itu sudah selesai,” kata Dodi di ruang rapat Komisi VI DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (21/11/2014).
Dodi mengaku, Pimpinan Komisi VI kaget setelah membaca surat Menteri Rini tertanggal 20 November 2014 itu, karena tidak wajar seorang menteri meminta Sekjen DPR tidak menerbitkan undangan Rapat Dengar Pendapat antara pejabat di Kementerian BUMN dan BUMN dengan Komisi VI DPR.
Dia mengatakan, Komisi VI sudah membalas surat dari Menteri Rini itu yang isinya menegaskan bahwa Komisi VI ingin melaksanakan fungsi legislatif seperti mengawasi, legislasi, dan anggaran terhadap para mitra kerjanya. Menurut dia, Komisi VI DPR harus segera menjalankan fungsinya seperti pengawasan kepada BUMN-BUMN yang tiap waktu melakukan aksi korporasi.
Hal senada juga disampaikan Wakil Ketua Komisi III DPR Desmond J Mahesa yang juga heran dengan sikap pemerintah, yang menurutnya sama sekali tidak menghormati DPR sebagai mitra kerja untuk datang bekerjasama mengawal pemerintahan.
“Patut dicurigai bahwa sikap pemerintah dan jajarannya yang tidak bersedia untuk memenuhi panggilan DPR merupakan strategi pemerintah untuk mendelegitimasi kelembagaan DPR. Supaya muncul kesan bahwa DPR tidak bisa bekerja sebagaimana mestinya,” kata Desmond di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (24/11/2014).
Menurut Desmond, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, pimpinan DPR dan pimpinan alat kelengkapan DPR yang ada saat ini adalah legal dan konstitusional untuk menjalankan fungsi-fungsi DPR termasuk memanggil para mitra kerja untuk rapat bersama DPR.
Secara politik dengan memerintahkan menunda pertemuan dengan DPR berarti bahwa pemerintah tidak memahami kedudukannya sebagai lembaga tinggi negara yang harus bekerjasama dengan DPR sebagai mitra kerjanya, dan yang seharusnya tidak boleh ikut campur dalam konflik politik yang terjadi di DPR.
“Pemerintah bukannya mendorong partai-partai tergabung dalam KIH untuk menyudahi kenakalannya. Tapi sikap pemerintah justru melegitimasi pembangkangan yang dilakukan KIH tersebut,” tegasnya.
Untuk itu, Desmond menegaskan, bila hal ini terus berlanjut maka pimpinan DPR dapat menggunakan kewenangannya sesuai dengan UU untuk memanggil paksa pejabat pemerintah atau menteri.
“Bisa (memanggil paksa) setelah tiga kali berturut-turut tidak hadir tanpa alasan yang sah, atau bahkan dapat menyandera pejabat yang bersangkutan (pasal 73 UU MD3/2014),” tandas Desmond.
Sekretaris Fraksi Partai Golkar di DPR Bambang Soesatyo pun mengusulkan agar Badan Anggaran (Banggar) DPR menunda pengesahan anggaran yang kelak diajukan pemerintah.
“Pemerintah sudah main kayu, ya kita akan minta Banggar tunda anggaran,” kata pria yang akrab disapa Bamsoet itu di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (24/11/2014).
Menurutnya, selama ini legislatif telah bekerja sesuai dengan aturan yang ada dalam memanggil jajaran kementerian sebagai mitra kerja. Oleh karena itu, ia menegaskan, apabila memang pemerintah melarang jajaran menterinya untuk rapat kerja, maka DPR dapat melakukan tindakan serupa.
“Yang butuh DPR kan pemerintah, bukan kita. Sebentar lagi kita reses kok, DPR mah ’emang gue pikirin’ saja,” tandas Bambang Soesatyo. (*)