bidik.co — Pemerintah, DPR dan DPD akhirnya menyepakati 159 rancangan undang-undang (RUU) yang masuk ke daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2015-2019. Dari 159 RUU tersebut, 37 di antaranya masuk dalam daftar prioritas untuk dituntaskan pada tahun ini.
Kesepakatan itu tercapai dalam sidang pleno Badan Legislasi (Baleg) di DPR, Jumat (6/2/2015) malam yang dihadiri pemerintah dan DPD. Proses kesepakatan di antara ketiga lembaga itu sempat hampir berakhir buntu karena mayoritas fraksi di DPR menginginkan agar revisi UU Otsus Papua juga dimasukkan ke dalam Prolegnas prioritas 2015.
Namun, pihak pemerintah yang diwakili Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly berhasil meyakinkan sidang pleno dengan dukungan Fraksi PDI Perjuangan dan Fraksi Partai Golkar hingga rapat bisa berakhir jelang pergantian hari.
Proses pengesahan sempat berjalan alot karena tiba-tiba revisi UU Otsus Papua hendak dipaksakan masuk ke prioritas 2015. Usulan itu awalnya diajukan DPD RI dan masuk di detik-detik terakhir.
Awalnya, fraksi-fraksi di DPR menolak revisi UU Otsus Papua untuk masuk di Prolegnas 2015. Fraksi PAN dan Fraksi Partai NasDem secara terbuka menolak revisi UU Otsus masuk daftar prioritas.
Namun, saat pandangan mini fraksi tiba-tiba situasi berbalik. Sebanyak 6 fraksi mendukung masuknya revisi UU Otsus Papua. Dari Koalisi Merah Putih (KMP) ada tiga mendukung, yakni Fraksi Partai Gerindra, Fraksi PAN dan Fraksi Partai Demokrat.
Mereka bergabung dengan sebagian jajaran Koalisi Indonesia Hebat (KIH) yakni Fraksi PKB, Fraksi PPP, Fraksi PKB, dan Fraksi Nasdem.
“Kami memang kuatir revisi UU Otsus akan membuka kotak pandora. Dari situ ada kekhawatiran akan menimbulkan bola liar yang sulit dikontrol,” kata Bachtiar Aly dari Fraksi NasDem.
“Tapi sekarang kami yakin, kalau suasana batin hari ini, dimana Pemerintah dan DPR bisa bersama, kalau revisi UU Otsus Papua masuk ke prolegnas 2015, Insya Allah kalau kita bersama, tak ada rintangan,” tambahnya.
Dalam pleno itu Fraksi PKS memutuskan abstain. Sementara wakil Fraksi Hanura tak hadir.
“Khusus revisi UU Otsus Papua, Fraksi Partai Golkar sependapat dengan pemerintah dan ingin mengedepankan pembangunan Papua ditingkatkan agar setara dengan daerah lain di Indonesia,” kata juru bicara Fraksi Partai Golkar, M Misbakhun.
Ia menegaskan, pemerintah harus bisa bekerja efektif dalam mewujudkan amanah UUD 1945. Karenanya, program prioritas pun harus mendapat payung hukum.
“FPG memandang penting disusunnya proyeksi Prolegnas dan RUU prioritas, agar kebutuhan payung hukum pemerintahan dapat tersedia, sehingga pemerintah berjalan efektif mewujudkan amanah UUD 1945,” jelasnya.
Sementara itu, Masinton Pasaribu dari Fraksi PDI Perjuangan menegaskan, pihaknya memahami posisi pemerintah yang lebih mengutamakan pelaksanaan UU Otsus Papua yang lebih baik.
“Maka Fraksi PDI Perjuangan menyetujui 37 RUU Prioritas 2015 di dalam Prolegnas, serta menyetujui 159 RUU periode 2015-2019,” kata Masinton.
Menkumham Yasona Laoly lalu menegaskan bahwa Pemerintah bukannya tak setuju dengan revisi UU Otsus Papua. Namun, kebijakan pemerintahan Jokowi-JK adalah mendahulukan kebijakan affirmative action untuk Papua.
Yasonna menambahkan, kesejahteraan masyarakat di Papua merupakan prioritas. Karenanya selain dana otsus, katanya, pemerintah juga mengajukan penambahan dana infrastruktur untuk Papua.
“Kita terus evaluasi. Tahun ini Pemerintah bangun jalan, bahkan melibatkan TNI. Presiden memberi perhatian, bahkan tiga kali dalam setahun presiden ke Papua. Itu bukti perhatian pemerintah untuk Papua,” beber Yasona.
Alasan lainnya, Yasona menilai seandainya pun UU otsus direvisi, takkan berguna kalau dalam praktiknya belum bisa berjalan sempurna. Makanya, Pemerintah memilih agar diberi kesempatan melaksanakan UU Otsus saat ini dengan lebih sempurna, sembari mengkaji poin-poin UU itu yang harus direvisi.
“Apalagi usulan revisi ini masuknya saat injury time. Saya kira perlu mengkaji secara mendalam supaya hasilnya baik,” ujarnya.
“Kalau revisi ini mau dimasukkan ke prioritas sekarang, saya juga harus konsultasi dulu dengan menkeu dan kementerian lain,” tambahnya.
Karena itulah Yasona mengusulkan agar revisi UU Otsus Papua tetap dimasukkan ke Prolegnas 2015-2019, namun tak jadi bagian Prolegnas Prioritas 2015. Penjelasan Menkumham itupun akhirnya langsung menghentikan usaha enam fraksi yang sebelumnya ingin agar revisi UU Otsus Papua dimasukkan ke prolegnas prioritas 2015.
Sedangkan RUU Prioritas yang akan diselesaikan 2015 antara lain RUU Pemilihan Kepala Daerah, RUU Pemerintahan Daerah, RUU KUHP, sejumlah RUU terkait ratifikasi perjanjian internasional, dan RUU Pembentukan Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota.
Berkaitan dengan prioritaskan 37 RUU Dibahas di 2015, Wakil Ketua Badan Legislasi DPR Firman Soebagyo mengatakan, hal itu merupakan akomodir usulan komisi-komisi, fraksi, masyarakat, DPD, dan pemerintah
“Untuk prioritas 2015, 37 RUU. Kita mengakomodir usulan komisi-komisi, fraksi, masyarakat, DPD, dan pemerintah,” kata Firman, Senin (9/2/2015).
Dua RUU yang diperkirakan akan menyita banyak perhatian adalah pembahasan RUU KUHP dan ITE. Sedangkan RUU KUHAP belum akan diselesaikan tahun ini.
“KUHP di 2015, inisiatif pemerintah. KUHAP belakangan,” ujarnya.
Berikut daftar 37 RUU yang akan diselesaikan DPR tahun 2015 ini:
1. RUU Tentang Penyiaran (DPR)
2. RUU Tentang Radio Televisi (DPR)
3. RUU Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Pemerintah)
4. RUU Wawasan nusantara (DPD)
5. Pertanahan (DPR)
6. Keuangan antara pusat dan daerah (Pemerintah)
7. Penetapan perppu Pilkada (DPR)
8. Pemda (DPR)
9. Peningkatan pendapatan daerah (DPR)
10. Kitab hukum pidana KUHP
11. Merek (Pemerintah)
12. Paten (Pemerintah)
13. Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (Pemerintah)
14. Perlindungan dan pemberdayaan nelayan (DPR)
15. Kedaulatan pangan (DPR)
16. Jasa konstruksi (DPR)
17. Arsitek (DPR)
18. Tabungan perumahan rakyat (DPR)
19. BUMN (DPR)
20. Larangan praktik monopoli dan usaha tidak sehat (DPR)
21. Larangan minuman beralkohol (DPR)
22. Pertembakauan (DPR)
23. Kewirausahaan nasional (DPR)
24. Minyak dan gas bumi (DPR)
25. Pertambangan mineral dan batubara (DPR)
26. Penyandang disabilitas (DPR)
27. Pengelolaan ibahadah huaji dan umrah (DPR)
28. Penempatan dan perlindungan tenaga kerja di luar negeri (DPR)
29. Kekarantinaan kesehatan (Pemerintah)
30. Penyelesaian perselihahan hubungan indrustraial (DPR)
31. Sistem perbukuan (DPR)
32. Perbankan (DPR)
33. Bank Indonesia (DPR)
34. Penjaminan (DPR)
35. Jaring pengaman sistem keuangan (DPR)
36. Penerimaan neg bukan pajak (Pemerintah)
37. Ketentuan umum dan tata cara perpajakan (Pemerintah). (*)