bidik.co — Delay hebat maskapai Lion Air menyengsarakan ribuan penumpang. Kemehub diminta berani menindak tegas maskapai milik politisi PKB dan anggota Wantimpres Rusdi Kirana itu.
“Nggak ada masalah, yang punya Presiden pun, di hadapan hukum sama. Masyarakat harus dilindungi, Kemenhub harus berani memberikan sanksi,” kata Wakil Ketua Komisi V Yudi Widiana, Jumat (20/2/2015).
Yudi mengatakan, Kemenhub harus menggelar penyelidikan mendalam soal keterlambatan massif penerbangan swasta terbesar di Indonesia ini. Kemenhub tak boleh serta merta percaya dengan alasan yang disampaikan Lion.
“Saya kira Kementerian Perhubungan harus memanggil Lion Air menanyakan permasalahannya apa, ada masalah apa? Apakah benar masalah kerusakan yang diakibatkan burung, atau masalah-masalah lainnya. Kalau memang ada pesawat rusak sampai menyengsarakan rakyat, itu harus diselidiki. Saya rasa masih ada sesuatu yang masih tersembunyi,” ulas politikus PKS ini.
Rusdi Kirana yang merupakan pemilik Lion Air adalah salah seorang anggota Wantimpres. Namun memang dia sudah melepaskan jabatannya di struktur manajemen Lion karena konsekuensi posisinya sebagai Wantimpres.
Lion Air tidak memberikan penjelasan kepada penumpang di bandara. Direktur Operasional Lion Air Daniel Putut pada Rabu (18/2/2015) malam memberikan keterangan penyebab kekacauan ini.
“Di Semarang ada pesawat Lion Air yang tabrak burung alias bird strike, kedua ada pesawat yang mengalami gangguan teknis jadi kita schedule maintenance ketiga ada FOD,” ujarnya.
FOD atau Foreign Object Damage merupakan kerusakaan pesawat yang disebabkan oleh benda asing (seperti benda yang bukan merupakan bagian dari pesawat) yang dapat menurunkan pula level keselamatan suatu produk beserta karakteristik kinerjanya.
Hal senada juga disampaikan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah, harus dilakukan investigasi serius terhadap Lion Air.
“Karena Lion Air itu dianggap relatif sering, itu harus ada investigasi serius,” kata Wakil Ketua DPR Fahri, Jumat (20/2/2015).
Selain itu, menurut Fahri, regulasi penerbangan juga wajib diperbaiki. Kemenhub harus sangat disiplin dalam mencermati regulasi penerbangan.
“Ini karena belum menyebabkan nyawa melayang saja, kalau sudah begitu baru panik pecat sana pecat sini. Ini justru gejala awal yang harus dilacak kementerian sehingga yang menyebabkan nyawa melayang ini harus dituntaskan dulu. Jangan menunggu muncul korban,” katanya.
Berkaca pada kasus AirAsia yang jatuh belum lama ini, menurut Fahri, Kemenhub harus melakukan evaluasi menyeluruh. Evaluasi tidak hanya dilakukan setelah ada kecelakaan yang menewaskan puluhan orang.
“Kayak waktu kasus AirAsia dia menunjukkan tindakan hebat, ini pecat itu pecat, itu bukan solusi bagi penataan sistem,” pungkasnya.
Menhub Jonan telah selaku regulator penerbangan telah bersuara pada Kamis (19/2) dini hari saat ‘drama’ Lion Air telah terjadi. “Sudah ada aturannya jadi lakukan itu saja,” ujar Menhub Jonan di Bandara Soekarno-Hatta.
Aturan yang dimaksud Jonan ialah Permenhub No 77 yang mengatur tentang kompensasi kepada maskapai yang jadwal penerbangannya mengalami keterlambatan. Jonan mengatakan pihaknya tidak bisa memberikan sanksi tambahan kepada maskapai yang sering terlambat jadwal terbangnya karena belum ada landasan hukum.
“Belum (sanksi tambahan), kalau airlines rusak ya rusak saja,” ucapnya. (*)