Home / Politik / FPI Tidak Berbadan Hukum. Menhuk dan HAM: Apa yang mau dicabut?

FPI Tidak Berbadan Hukum. Menhuk dan HAM: Apa yang mau dicabut?

bidik.co – Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly mengatakan, Kementerian Hukum dan HAM tidak bisa membubarkan Front Pembela Islam (FPI). Kelompok tersebut tidak berbadan hukum sehingga Kemenhuk dan HAM tidak memiliki kewenangan untuk membubarkannya.

“FPI itu tidak terdaftar sebagai badan hukum, baik sebagai yayasan maupun perkumpulan atau perhimpunan. Kalau tidak terdaftar, apa yang mau dicabut?” ucap Yasonna seusai menghadiri rapat koordinasi dengan Kepolisian Republik Indonesia di Hotel Discovery Ancol, Jakarta Utara, Rabu (12/11/2014).

Ia mengatakan, kewenangan pembubaran FPI ada di Kementerian Dalam Negeri. Kemendagri harus mengecek apakah FPI terdaftar menjadi ormas atau tidak. Kalaupun terdaftar sebagai ormas, FPI tidak bisa serta-merta langsung dibubarkan.

“Prosedurnya kan panjang. Peringatan pertama, kedua, ketiga, kemudian diminta fatwa Mahkamah Agung,” ucap Yasonna.

Yasonna akan segera menjawab surat dari Pelaksana Tugas Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama untuk memberitahukan bahwa FPI bukan kelompok yang berbadan hukum sehingga Kemenhuk dan HAM tidak bisa memberikan rekomendasi pembubaran.

Sebelumnya, Ahok mengirimkan surat permohonan pembubaran Front Pembela Islam (FPI) kepada Kementerian Hukum dan HAM, Selasa (11/11/2014). Surat tersebut dikirimkan oleh petugas pemerintah Pemprov DKI Jakarta.

Dalam surat bernomor 2513/-072.25 tersebut, Pemprov DKI Jakarta meminta Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly untuk menindaklanjuti permohonan pembubaran FPI bila sudah berbadan hukum. Sebab, berdasarkan Pasal 70 ayat 1 UU Nomor 17 tahun 2013 tentang Organisasi Masyarakat, pembubaran ormas bisa diajukan ke Pengadilan Negeri oleh Kejaksaan. Hanya atas permintaan tertulis dari MenkumHam.

Dalam surat tersebut, Ahok mengatakan FPI sering melakukan tindakan demonstrasi anarkis, membeberkan kebencian dan menghalangi pelantikan Gubernur. Serta menimbulkan kemacetan lalu lintas serta telah melanggar konstitusi.

Padahal, dalam Pasal 59 dalam UU tersebut, aktivitas Ormas diatur untuk tidak: (a) melakukan tindakan permusuhan terhadap suku, agama, ras atau golongan; (b)  melakukan penyalahgunaan, penistaan, atau penodaan terhadap agama yang dianut di Indonesia.

Serta, tidak (c) melakukan kegiatan separatis yang mengancam kedaulatan NKRI; (d) melakukan tindakan kekerasan,mengganggu ketenteraman dan ketertiban umum, atau merusak fasilitas umum dan fasilitas sosial; atau (e) melakukan kegiatan yang menjadi tugas dan wewenang penegak hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (if)

Komentar

Komentar

Check Also

Difriadi: Pilkada Harus Jadi Persemaian Demokrasi di Indonesia

Bidik.co — Bulan November 2024, rakyat Indonesia masih harus memenuhi hak dan kewajiban politiknya untuk …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.