bidik.co — Peneliti senior LIPI Ikrar Nusa Bakti menilai, sikap yang ditunjukkan Ketua Umum DPP Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono bukanlah seorang politisi demokrat sejati.
Hal itu menyusul instruksi SBY kepada Ketua Fraksi Demokrat Nurhayati Ali Assegaf agar memerintahkan kepada seluruh anggota fraksi untuk meninggalkan ruang sidang paripurna.
Seperti diberitakan, Fraksi Demokrat memutuskan walkout setelah salah satu dari sepuluh usulan yang mereka ajukan tak diakomodir di dalam pembahasan RUU Pilkada untuk kemudian dijadikan opsi ketiga di dalam pengambilan keputusan. Adapun usulan yang dimaksud yaitu uji publik atas integritas calon gubernur, calon bupati dan calon wali kota.
Menurut Ikrar, SBY sebenarnya dapat memerintahkan anak buahnya untuk menyelesaikan persoalan teknis tersebut. Pasalnya, sebagai the rulling party, Demokrat memiliki posisi tawar tinggi.
Selain itu, kesepuluh syarat itu juga telah mendapatkan dukungan dari tiga fraksi untuk menjadi opsi ketiga. Ketiga fraksi itu adalah Fraksi PDI Perjuangan, Hanura dan PKB.
“Ketika Anda seorang Demokrat, ada bargaining, sharing untuk menyelesaikan sebuah persoalan. Selesaikan saja belakangan, bahwa persoalan teknis seperti itu bisa diselesaikan kemudian,” kata Ikrar dalam sebuah diskusi di Jakarta, Sabtu (27/9/2014).
Ikrar menambahkan, langkah SBY tersebut menjadi warisan buruk selama sepuluh tahun pemerintahannya selama ini. SBY seolah ingin menunjukkan bahwa pemilihan kepala daerah langsung hanya bisa dinikmati masyarakat selama ia menjabat.
“Kemudian, dia akan tercatat sebagai orang yang mengembalikan pemilukada langsung melalui DPRD ketika masa jabatannya berakhir. Ini menjadi catatan buruk seperti headline harian Kompas hari ini,” tegasnya. (ai)