Home / Politik / UU Pilkada Disahkan, Kontras Wadahi Masyarakat Gugat ke MK

UU Pilkada Disahkan, Kontras Wadahi Masyarakat Gugat ke MK

bidik.co – Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan Haris Azhar menilai, Undang-undang Pilkada yang baru disahkan oleh DPR Jumat (26/9/2014) dini hari menimbulkan kekecewaan masyarakat. Oleh karena itu, Kontras membuka pendaftaran bagi masyarakat yang ingin menggugat undang-undang tersebut ke Mahkamah Konstitusi.

“Kami di Kontras memfasilitasi atau memobilisasi penggugat. Tujuannya adalah soal partisipasi rakyat,” ujar Haris, Sabtu (27/9/2014).

Haris mengatakan, Kontras menggagas gerakan tersebut bersama beberapa lembaga swadaya masyarakat lainnya yang peduli pada sistem demokrasi. Menurut Haris, pembukaan pendaftaran bagi masyarakat yang ingin menggugat undang-undang tersebut membuka ruang partisipasi publik untuk melawan UU Pilkada yang menyatakan pemilihan kepala daerah melalui DPRD.

“Ini untuk menunjukan bahwa rakyat sudah melek dan kecewa dengan keputusan DPR,” kata Haris.

Menurut Haris, hingga hari ini, pesan singkat yang masuk dan menyatakan akan bergabung dalam gerakan menolak UU Pilkada mencapai lebih dari 800 pesan dan terus bertambah hingga kini.

Adapun syarat yang harus dipenuhi dalam mendukung gerakan tersebut yaitu menunjukkan bukti bahwa penggugat merupakan warga negara Indonesia dan membuktikan kerugian konstitusional atas pengesahan UU Pilkada. “Nanti mereka hadir ke sidang pertama untuk membuktikan dan menjelaskan kerugiannya,” kata Haris.

Selain itu, kata Haris, akan ada tim kuasa hukum yang akan membuat gugatannya dan mengajukannya ke Mahkamah Konstitusi mengatasnamakan masyarakat yang menggugat UU Pilkada.

Haris mengimbau masyarakat yang ingin bergabung untuk menggugat UU Pilkada ke MK agar mengirimkan nama, nomor telepon yang dapat dihubungi, beserta pernyataan kerugian yang didapat dengan disahkannya UU Pilkada yang baru ke nomor 082217770002. Haris mengatakan, pendaftaran masih dibuka hingga waktu yang belum ditentukan.

Pengamat Politik dari Center for Strategic and International Studies (CSIS), J Kristiadi mengatakan, pengesahan Undang-undang Pilkada yang memutuskan bahwa pemilihan kepala daerah dipilih oleh DPRD telah sangat mengkhawatirkan dan menakutkan.

“Karena saking berkuasanya pemimpin partai itu betul-betul memberlakukan kadernya bukan) sebagai seseorang yang bermartabat, pejuang bagi rakyat tetapi sekedar buruh politik,” ujarnya.

Martin Hutabarat, politisi dari Partai Gerindra yang mendukung pemilihan kepala daerah oleh DPRD, mengatakan pengajuan judicial review Undang-undang Pilkada ke MK merupakan hak siapapun.

Ia mengatakan pemilihan kepala daerah melalui DPRD sangat ideal karena pemilihan langsung yang terjadi selama ini  menimbulkan dampak negatif di masyarakat dan kepala daerah juga banyak yang terlibat korupsi karena biaya politik yang tinggi.

Menurutnya, partisipasi masyarakat juga tidak tinggi dalam pemilihan kepala daerah yang dilakukan secara langsung.

“Sebab kalau kita katakan soal rakyat, banyak yang mengikuti pilkada tidak sampai 50 persen seperti pemilihan Gubernur Sumatera Utara, misalnya,” ujarnya.

Partai Demokrat juga berencana akan mengajukan gugatan yudisial setelahwalk out atau keluar dalam pemungutan suara pada rapat paripurna DPR untuk membahas UU tersebut.

Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono mengatakan kecewa dengan hasil penetapan UU tersebut dan partainya menyetujui pilkada langsung tetapi dengan 10 syarat atau perbaikan.(if)

Komentar

Komentar

Check Also

Difriadi: Pilkada Harus Jadi Persemaian Demokrasi di Indonesia

Bidik.co — Bulan November 2024, rakyat Indonesia masih harus memenuhi hak dan kewajiban politiknya untuk …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.