bidik.co – Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Aria Bima mengatakan, pihaknya akan menggugat UU Pilkada ke Mahkamah Konstitusi.
Demi menempuh langkah hukum itu, kata Aria, kubu Pilkada langsung akan mencari pendukungan dan menguatkan argumen pengajuan gugatan. “Jalan MK akan kita tempuh, mencarikan para pendukung-pendukung kita yang punya argumentasi cukup kuat untuk yakinkan MK,” ujar Aria di Jakarta, Sabtu (27/9/2014).
Aria mengatakan, MK harus diyakinkan bahwa Pilkada yang dilakukan secara langsung oleh rakyat sudah tepat meskipun masih banyak kekurangannya. Karena itulah, Aria menyatakan PDIP mendukung opsi Partai Demokrat yang mengidamkan Pilkada langsung disertai 10 perbaikan.
Gugatan itu, kata Aria, akan dilayangkan ke MK setidaknya 30 hari setelah UU tersebut berlaku sesuai dengan aturan yang ada. Aria pun optimistis gugatannya akan dikabulkan oleh MK. “Kita merasa kuat. Sistem pilkada secara demokratis, itu disepakati sebagai kesetaran lembaga dalam check and balances,” kata Aria.
Aria menyatakan, pihaknya akan membentuk tim khusus dari badan hukum DPP untuk permohonan gugatan itu. PDIP juga akan menyiapkan pengacara dan ahli tata negara untuk memenangkan gugatannya. “Saya berharap MK tidak dipolitisasi untuk bicara soal uji publik UU Pilkada ini,” ujarnya.
Selain itu, Aria Bima menyatakan partainya akan membangun monumen jika gugatan Undang-undang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) ditolak Mahkamah Konstitusi. Monumen itu menjadi simbol dicabutnya hak politik rakyat. “Monumen akan didirikan di kabupaten dan kota,” kata dia seusai menghadiri diskusi bertajuk Drama Paripurna di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu, 27 September 2014.
Menurut Aria, monumen itu dibangun oleh partai-partai yang mengusulkan Pilkada tidak langsung. Selain membangun monumen, PDIP berniat mengajukan uji materi Undang-undang Pilkada ke Mahkamah Konstitusi.
Aria mengatakan upaya hukum ini dilakukan demi memperjuangkan ideologi. “Kalau cuma soal kekuasaan, apa sulitnya bagi-bagi kekuasaan,” ujar anggota Dewan Perwakilan Rakyat itu. Pembagian kekuasaan, menurut Aria, bisa dilakukan sejak pencalonan Joko Widodo sebagai kandidat presiden. Sebab, semua partai diajak berkoalisi dengan PDIP. “Misalnya bagi saja 34 kursi menteri, selesai,” ujar Aria.
Jumat, 26 September 2014, Dewan Perwakilan Rakyat mengesahkan Rancangan Undang Undang Pilkada melalui voting. Dalam undang-undang tersebut, kepala daerah dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Partai pendukung opsi pilkada tidak langsung ini adalah Gerindra, PAN, PPP, PKS, dan Golkar. (if)