bidik.co — Menurut Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW), Neta Pane, perseteruan KPK dan Polri tidak bisa lepas dari faktor persaingan di internal Mabes Polri yang melibatkan sejumlah jenderal yang mengincar kursi Kapolri.
Menurut Pane, ada tiga faksi kepolisian yang mewarnai konflik antara KPK dengan Polri.
“Pertama, pendukung Kapolri incumbent yang tidak rela dicopot. Kedua, kubu yang merasa pantas menjadi Kapolri dibanding Komjen BG (Budi Gunawan) dan merasa punya akses kuat ke PDI Perjuangan. Ketiga, kelompok yang sengaja bikin kekacauan dengan harapan bisa terpilih menjadi Kapolri,” jelas Neta, Rabu (28/1/2015).
Pane menegaskan “perang bintang” atau pertarungan kelompok jenderal di internal Polri sebenarnya sudah jadi “rahasia umum”. Kondisi yang terjadi di Trunojoyo tentu saja tidak menguntungkan pemerintah maupun masyarakat.
“Kalau mau diselesaikan, Presiden harus berani tegas jalankan konstitusi dengan melantik Komjen BG. Apakah seminggu kemudian presiden mau gunakan hak prerogatifnya, silakan saja. Sekalian melakukan penataan di tubuh Polri,” kata mantan wartawan ini.
Sejak awal, publik mendengar ada tiga jenderal bintang tiga yang menjadi kandidat kuat Kapolri pengganti Jenderal Sutarman. Mereka adalah Kepala Lemdikpol Komjen Budi Gunawan, Irwasum Komjen Dwi Prayitno dan Kabareskim Suhardi Alius.
Namun, Presiden Joko Widodo dengan prerogatifnya menetapkan satu nama yakni Komjen Budi Gunawan.
Setelah ditetapkan sebagai calon tunggal Kapolri, Komjen BG malah ketiban sial. Ia ditetapkan sebagai tersangka gratifikasi atau suap oleh KPK. Namun ada tudingan bahwa penetapan status tersangka untuk BG tidak melalui proses wajar.
Kini muncul rumor dan dugaan bahwa ada elite Polri yang bermanuver untuk menjatuhkan BG, termasuk salah seorang petinggi Bareskrim yang membawahi ekonomi dan perbankan.
Sementara itu sebelumnya Ketua Komisi III DPR Aziz Syamsuddin menegaskan, jika dalam waktu 20 hari Presiden Joko Widodo (Jokowi) belum juga memberikan kejelasan status Komjen Pol Budi Gunawan, maka mantan ajudan Presiden ke-4 Megawati Soekarnoputri itu akan otomatis menjadi kapolri.
Menanggapi hal ini, Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan, pemerintah tak mau gegabah melantik Budi Gunawan sebagai kapolri baru. Pemerintah, lanjut JK, ingin ada kejelasan kasus hukum yang menimpa Budi.
“Belum, kita menunggu proses yang baik dulu. Kalau prosesnya katakanlah secara hukum tidak terhambat, ya kita (lantik). Tapi dalam kondisi sekarang kita menunggu situasi di mana masalah hukum dapat diselesaikan,” tegas JK di Kantor Wapres, Jakarta, Selasa (27/1/2015).
Terkait situasi saat ini, JK memberikan saran agar langkah-langkah hukum dijalankan sesuai koridornya.
“Ya tentu langkahnya pertama kita ingin mengetahui langkah-langkah hukum itu sebenarnya dari sisi hukumnya bagaimana. Bagaimanapun seperti saya katakan tadi, tidak ada kebenaran mutlak, kita manusia biasa, di KPK manusia biasa, di kepolisian manusia biasa, yang bisa membuat kebenaran dan bisa juga ada hal yang harus diperbaiki,” papar JK.
Pernyataan Aziz sendiri berdasarkan Pasal 11 ayat 3 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian. Disebutkan, persetujuan atau penolakan DPR terhadap usul Presiden harus diberikan dalam jangka waktu paling lambat 20 hari terhitung sejak tanggal surat Presiden diterima DPR.
Kemudian dalam ayat 4 tertulis, dalam hal presiden tidak memberikan jawaban dalam waktu 20 hari, calon yang diajukan oleh Presiden dianggap disetujui oleh DPR.
Menurut Aziz, kondisi saat ini DPR sudah menerima pengajuan Budi Gunawan sebagai kapolri. Namun, Presiden Jokowi kemudian menunda pelantikannya karena Budi ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Artinya jika tak ada kejelasan, maka Budi bisa otomatis berstatus Kapolri.
“Komisi III masih berikan ruang waktu pada pimpinan DPR untuk lobi-lobi dengan presiden, mengadakan rapat konsultasi guna menyikapi surat dari parlemen terkait kapolri baru,” kata Aziz.
Surat pengajuan kapolri oleh Presiden Jokowi diterima DPR pada 9 Januari lalu. Sehingga apabila dihitung 20 hari setelahnya, maka Jokowi memiliki waktu hingga 29 Januari atau 2 hari lagi untuk menindaklanjuti keputusan yang sudah disetujui DPR tersebut. (*)