bidik.co — Rencana pemerintah yang akan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi mendapat penolakan dari berbagai kalangan bahkan telah merambah ke daerah. Terakhir, mahasiswa di Makassar terlibat bentrok dengan polisi saat menggelar unjuk rasa.
Menanggapi tindakan represif polisi menghadapi unjuk rasa yang dilakukan mahasiswa di Makassar, anggaota DPR RI, Iwan Kurniawan mengingatkan agar polisi tidak arogan.
“Polisi Jangan arogan. Polisi itu terlalu berlebihan, menghadapi demo mahasiswa saja harus dengan cara-cara kekerasan. Apalagi sampai pakai tembakan dan masuk ke dalam kampus mengejar-ngejar mahasiswa,” kata Iwan dalam pesan singkatnya kepada bidik.co, Sabtu (15/11/2014).
Menurutnya cara-cara demikian tidak bedanya dengan yang telah dilakukan masa rejim Orde Baru.
“Cara-cara seperti itu tidak ada bedanya dengan zaman Orde Baru,” tunjuknya.
Selanjutnya, politisi dari Partai Gerindra itu mengingatkan bahwa mahasiswa itu bukan penjahat, mereka adalah anak bangsa yang terdidik untuk menjadi penyambung lidah rakyat.
“Mahasiswa itu bukan penjahat. Mereka hanya berdemo menyampaikan aspirasi penolakan BBM. Kenapa harus dihadang , dipukuli, dan dikejar-kejar sampai ke dalam kampus,” ingatnya.
Anggota Komisi III DPR RI itu kemudian menjelaskan bahwa tugas polisi itu adalah melakukan penjagaan saat terjadinya demo kemudian mengarahkan agar tetap berjalan tertib.
“Tugas polisi itu mengamankan agar demo berjalan dengan tertib. Mengamankan bukan berarti ‘menangkap’ apalagi menghajar pendemo,” jelas Iwan.
Dengan kejadian tersebut, Kapolri perlu mengevaluasi cara-cara polisi menangani para pendemo, karena sudah bukan jamannya lagi melakukan tindakan represif.
“Sudah bukan zamannya lagi cara-cara represif dilakukan. Dahulukan cara-cara kemanusiaan dan dialog. Saya yakin mahasiswa masih bisa diajak dialog. Dialog bukan saja saat demo, tetapi polisi perlu datang juga ke kampus untuk mensosialisasikan bagaimana cara demo yang baik,” tutup Iwan.
Sebelumnya aksi demonstrasi menolak rencana pemerintah mencabut subsidi bahan bakar minyak atau BBM bersubsidi di Makassar berujung rusuh, Kamis (13/11/2014) sore.
Polisi masuk ke kampus Universitas Negeri Makassar (UNM) di Gunungsari, Jl AP Pettarani. Sejumlah mahasiswa yang diduga ikut aksi parlemen jalanan menolak rencana pemerintah mencabut subsidi BBM, ditangkap.
Sebanyak lima jurnalis yang meliput aksi penyerangan polisi justru menjadi korban kekerasan.
Beberapa di antaranya terluka dan dianiaya. Polisi melarang pengambilan gambar dan coba merebut kamera jurnalis.
Selain mahasiswa dan jurnalis, sejumlah warga, anak-anak, dan buruh bangunan yang bekerja di sekitar Menara Phinisi, kampus UNM, juga menjadi korban.
Bahkan dilaporkan, Wakil Rektor III UNM Prof Dr Heri Thahir, juga mengalami tindak kekerasan dari aparat.
Polisi menyerang kampus, dengan merusak sejumlah fasilitas kampus, menembakkan gas air mata ke ruang perkuliahan, menendangi dan mendorong ratusan motor milik mahasiswa dan sivitas kampus yang terparkir di area kampus.
Sebelum aksi penyerangan, Wakapolrestabes Makassar AKBP Totok Lisdiarto, dilaporkan terkena panah dan 4 wartawan terluka.
“Ini aksi spontan, anak buah. Sebab wakapolrestabes terkena anak panah,” kata Kabid Humas Polda Sulsel Kombes Pol Endi Sutendi, usai menyampaikan permohonan maaf atas inisiden itu, Kamis (13/11/2014) sore.
Usai kejadian, seratusan wartawan, sekitar pukul 17.00 wita, menggelar aksi solidaritas di depan kampus UNM. Mereka mengecam aksi kekerasan dan upaya polisi menghalang-halangi kerja jurnalistik.
Sejumlah organisasi profesi wartawan di Makassar, mendesak Kapolda Irjen Pol Anton Setiadji dan Kapolrestabes Makassar Kombes Pol Ferry Abraham, mengusut tuntas aksi kekerasan ini. (*)