Home / Politik / Jamal Mirdad Ingatkan, 1 Muharam Momentum Strategis Perkuat Nasionalisme & Kebhinekaan

Jamal Mirdad Ingatkan, 1 Muharam Momentum Strategis Perkuat Nasionalisme & Kebhinekaan

Bidik.co — Semarang — Tanggal 1 Muharam merupakan waktu yang dimaknai oleh umat Muslim sebagai Tahun Baru Islam atau Tahun Baru Hijriah. Setiap tahunnya, ulama mengingatkan agar pergantian Tahun Baru Islam ini diperingati bukan dirayakan.

“Dalam tradisi Umat Islam, 1 Muharam memiliki makna istimewa. Tanggal ini bukan sekadar awal bulan dalam Kalender Hijriyah, tetapi juga menjadi penanda Tahun Baru Islam. Berbeda dengan perayaan Tahun Baru Masehi yang identik dengan kemeriahan dan pesta, Tahun Baru Islam lebih dimaknai sebagai momen introspeksi, hijrah, dan pembaruan diri,” tutur Anggota MPR RI dari Fraksi Partai Gerindra, Jamal Mirdad ini.

Dengan mengutip sumber sejarah nabi, Jamal menjelaskan, bahwa awal mula sejarah perayaan 1 Muharram dimulai sekitar 6 tahun setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW, tepatnya pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab. Salah satu gubernurnya, Abu Musa al-Asy’ari, mengirimkan surat kepada Khalifah Umar dan meminta agar dibuat sistem kalender resmi agar urusan administrasi menjadi lebih tertib dan teratur.

“Permintaan tersebut ditanggapi dengan serius oleh sang khalifah, Umar segera mengumpulkan para sahabat nabi untuk bermusyawarah guna menetapkan sistem penanggalan yang tetap bagi umat Islam,” jelas Jamal.

Dalam pertemuan itu, lanjut anggota dewan dari daerah pemilihan Jawa Tengah 1 ini, muncul berbagai pendapat dari mana hitungan tahun dalam Islam dimulai. Sebagian sahabat mengusulkan dimulai dari kelahiran Nabi Muhammad SAW, ada juga dari hari pertama Nabi menerima wahyu, serta dari hari wafatnya Nabi.

“Pada akhirnya diputuskan oleh Khalifah Umar bin Khattab dan para sahabat nabi yang lainnya bahwa kalender tetap umat Islam diawali dari persitiwa hijrah Rasulullah,” tutur artis ternama ini.

Menurut Anggota Komisi VII DPR RI, yang membidangi perindustrian, UMKM, ekonomi kreatif, pariwisata, dan sarana publikasi ini, dari sejarah hijrahnya Nabi Muhammad SAW, perlu diketahui bahwa Rasulullah hijrah dari Mekkah ke Madinah adalah untuk meyelamatkan umat Islam dari kaum kafir Quraisy, serta memperkuat dakwah Islam dan membangun masyarakat. Dalam membangun dakwah Islam di Madinah, Rasulullah mencerminkan sikap toleransi layaknya seorang pemimpin yang sangat bijaksana.

“Beliau tidak hanya mentolerir keberagaman agama, tetapi juga menjadikannya dasar untuk membangun masyarakat yang harmonis. Hal ini tercermin dalam Piagam Madinah, yang memberikan hak-hak penuh kepada semua warga Madinah, termasuk non-Muslim untuk menjalankan agama mereka denga rasa aman dan tanpa paksaan, serta menjamin kebebasan beribadah dan berinteraksi sosial,” tuturnya dalam Sosialisasi Hasil-hasil Keputusan MPR RI di Kecamatan Susukan, Kabupaten Semarang, Sabtu (28/6/2025).

Nabi Muhammad SAW sendiri, menurut Jamal, memang seorang sosok cerminan yang patut kita jadikan sebagai acuan. Pada waktu yang istimewa ini, sudah seharunya kita sebagai umatnya untuk bercermin dan intropeksi dari sifat Rasulullah. Terutama kita sebagai manusia adalah makhluk sosial yang hidup di satu lingkunga yang sama dan pasti akan berinteraksi baik secara langsung maupun tidak disengaja. Sifat toleransi sudah seharusnya tertanam pada tiap insan yang ada di dunia, khususnya dalam hal beragama.

Selanjutnya pelantum lagu “Yang Penting Hepi” dan “Hati Lebur Jadi Debu” ini, menunjukkan situasi yang sama untuk Indonesia, bahwa kebebasan beragama adalah hak bagi tiap warga negaranya sebagaimana yang telah diatur dalam UUD NRI 1945, Pasal 28E ayat (1) dan (2), serta Pasal 29 ayat (1) dan (2). Dijelaskan bahwa setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan beribadah menurut agama dan kepercayaannya, dengan dasar negara menjamin kemerdekaan setiap orang untuk memeluk dan beribadah sesuai agamanya dan kepercayaannya masing-masing.

“Ini juga menjadai representasi dari semboyan Bangsa Indonesia, ‘Bhineka Tunggal Ika’, berbeda-beda tetapi tetap satu. Semboyan ini menggambakan bagaimana selayaknya seorang rakyat dapat bersatu di tengah perbedaan ras, suku, agama, dan bahasa. Meskipun banyak perbedaan yang ada di dalam hidup bermasyarakat, Bangsa Indonesia tetap bersatu kesatuan yang utuh,” tandas Jamal.

“Kita sebagai umat Islam, yang menjadi mayoritas di Indonesia harus bisa hijrah dari pola pikir intoleran menjadi inklusif. Jadi hijrah di sini bukan hanya perjalanan fisik, tetapi revolusi sosial berbasis nilai keadilan, kesetaraan, dan keberagaman. Kita mengatakan Islam rahmatan lil alamin, tapi masih jarang ke luar dari lingkaran sendiri. Dengan kita melakukan hijrah yang sesungguhnya, kita membuktikan bahwa Islam itu rahmat dengan melindungi yang beda, tidak hanya yang sepaham,” ujar Jamal menutup paparannya. (is/gha/may)

Komentar

Komentar

Check Also

Anggota MPR Jamal Mirdad Ingatkan Perjuangan Kartini Terhadap Emansipasi Perempuan

Bidik.co — Kendal — Hari Kartini merupakan momen penting untuk merefleksikan langkah R.A. Kartini dalam …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.