Home / Politik / Jokowi Naikkan Harga BBM Sebelum “Selesaikan PR”

Jokowi Naikkan Harga BBM Sebelum “Selesaikan PR”

bidik.co — Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) Abdul Hakam Naja mengatakan Pemerintahan Joko Widodo masih memiliki banyak pekerjaan yang harus diselesaikan sebelum mencabut subsidi bahan bakar minyak (BBM).

Lagipula, tambahnya, tidak cukup alasan bagi pemerintah untuk mencabut subsidi BBM di tengah harga minyak dunia yang sedang berada dititik terendah.

“Alasannya dinaikkan belum cukup kuat, selesaikan dulu PR nya,” ujar Abdul Hakam Naja, Senin (17/11/2014).

Hakam mengungkapkan masih banyak ditemukannya kebocoran pengelolaan minyak. Sehingga, banyak terjadi kasus-kasus penyelundupan. Selain itu, ia beranggapan penghitungan harga minyak yang diimpor masih belum efisien.

Menurut Hakam seharusnya pemerintah bisa memaksimalkan bahan bakar minyak selain minyak bumi. Pemerintah bisa melakukan konversi energi dengan memaksimalkan gas bumi.

Mantan Ketua Komisi II DPR RI ini juga menyarankan agar pemerintah menerapkan kebijakan pembatasan kendaraan yang menggunakan BBM. Dicotohkan, di China yang sudah menggunakan motor listrik. Selain tidak menggunakan BBM juga bisa menekan angka kecelakaan.

Ia menganjurkan agar pemerintah bisa mendiskusikan perihal kenaikan BBM dengan parlemen terlebih dahulu karena menyangkut perubahan APBN nantinya.

“Ngomong ke DPR dulu, karena ini menyangkut hajat hidup orang banyak” pungkasnya.

Sebelumnya sosiolog dari Universitas Nasional (Unas) Nia Elvina menyatakan, Presiden Joko Widodo harus berani dan yakin untuk tidak menaikkan harga bahan bakar minyak bersubsidi.

“Lebih baik mencari terobosan-terobosan kebijakan yang bisa menaikkan taraf hidup masyarakat kelas bawah Indonesia tanpa harus menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM),” katanya di Jakarta, Senin (17/11/2014).

Memberikan ulasan mengenai rencana pemerintah menaikkan harga BBM, ia mengakui Presiden Jokowi pada masa ini sedang mengalami ujian kepemimpinan nasionalnya. Jika Presiden Jokowi ingin menjaga kepercayaan dan harapan rakyat Indonesia, dirinya harus berani dan yakin untuk tidak menaikkan harga BBM dan mencari terobosan-terobosan kebijakan daripada harus menaikkan harga BBM.

“Saya kira kebijakan untuk menaikkan harga BBM ini, jika kita meminjam pendekatan para sosiolog yang mendalami aspek kesehatan, analoginya sama seperti pemberantasan narkoba,” katanya.

Para pengonsumsinya yang selalu diburu, katanya, akan tetapi bukan para produsennya, yang merupakan sumber masalahnya. Pendekatan ini ia nilai juga berlaku untuk kasus kebijakan kenaikan BBM.

Artinya, lanjut Nia, bukan selalu harga yang harus dinaikkan dan masyarakat kelas bawah yang selalu menjadi korban, akan tetapi bagaimana pemerintah menata ulang kebijakan energi yang sangat sarat tendensinya dengan korupsi, kolusi, nepotisme (KKN). Selain itu juga perlu membangun dan mengembangkan energi alternatif, angin, laut dan sebagainya.

“Saya kira akar masalahnya adalah pada kebijakan, bukan semata-mata pada ketersediaan sumber energi kita. Dan saya kira ini merupakan momentum yang tepat bagi pemerintahan baru Jokowi-JK untuk membuktikan keberpihakan mereka terhadap rakyat atau tidak,” kata anggota Kelompok Studi Perdesaan Universitas Indonesia (UI) itu. (*)

Komentar

Komentar

Check Also

Difriadi: Pilkada Harus Jadi Persemaian Demokrasi di Indonesia

Bidik.co — Bulan November 2024, rakyat Indonesia masih harus memenuhi hak dan kewajiban politiknya untuk …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.