bidik.co — Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno dan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menunda rapat dengan DPR. Alasannya, ada surat edaran larangan rapat dengan DPR dari Presiden Jokowi.
Sikap Rini dan Yasonna didasari Surat Edaran bernomor SE-12/Seskab/XI/2014 bertanggal 4 November 2014. Surat tersebut ditandatangani Sekretaris Kabinet (Seskab) Andi Widjajanto.
Dalam surat itu, Presiden Joko Widodo atau Jokowi meminta Menteri, Panglima TNI, Kapolri, Para Kepala Staf Angkatan, Kepala BIN, dan Plt Jaksa Agung untuk menunda pertemuan dengan DPR sampai konflik di tengah mereka selesai.
Presiden Jokowi mengatakan, terpaksa melakukan hal itu karena Koalisi Merah Putih (KMP) dan Koalisi Indonesa Hebat (KIH) masih kisruh di parlemen.
“Nanti kalau kita datang sini keliru, datang sini keliru. Gimana? Ya, di sana (DPR) sudah rampung, sudah selesai baru silakan,” ujar Jokowi di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Senin (24/11/2014).
Mantan Gubernur DKI Jakarta ini juga mempertanyakan niat DPR yang sudah memanggil menterinya. Padahal, kerja pemerintahan ini baru berjalan sekitar 1 bulan.
“Lagian baru sebulan kerja dipanggil. Panggil apa sih?” tanya Jokowi. “Kalau sudah rampung, sudah selesai. Kan masih baru, kan baru kerja sebulan. Dipanggil apanya? Saya mau tanya, apanya yang dipanggil?” sambung dia.
Menteri Rini pun menyerahkan surat kepada DPR. Surat Menteri Rini bernomor: S-724/MBU/XI/2014 perihal permohonan penundaan jadwal-jadwal rapat dengar pendapat komisi VI DPR RI dengan pejabat Eselon I KBUMN dan BUMN.
Surat itu dikeluarkan per tanggal 20 November 2014 yang ditujukan kepada Sekretaris Jenderal DPR RI. Berikut kutipan isinya:
Sehubungan dengan adanya beberapa surat undangan dari deputi persidangan dan KSAP DPR-RI kepada deputi menteri BUMN dan BUMN untuk melaksanakan rapat dengar pendapat Komisi VI DPR RI dengan deputi menteri BUMN dan BUMN (contoh copy terlampir), maka dengan ini kami mengharapkan bantuannya untuk sementara waktu tidak menerbitkan undangan rapat dengar pendapat dengan pejabat eselon I KBUMN dan BUMN sampai dengan adanya arahan lebih lanjut dari pimpinan.
Kisruh di DPR bermula sejak perebutan kursi pimpinan DPR, komisi, hingga Alat Kelengkapan Dewan (AKD). Belakangan Koalisi Indonesia Hebat (KIH) atau barisan pendukung Jokowi dan Koalisi Merah Putih yang mendukung Prabowo Subianto sepakat menandatangani MoU atau Nota Kesepahaman.
Baik KIH maupun KMP sepakat damai di parlemen dan tidak ada lagi sebutan koalisi. Kesepakatan ini juga menghasilkan 5 butir. Di antaranya akan mengesahkan revisi UU MD3 pada 5 Desember.(*)