bidik.co — Presiden Joko Widodo (Jokowi) didesak membatalkan pembebasan bersyarat bagi Pollycarpus Budihari Priyanto, terpidana kasus pembunuhan pegiat hak asasi manusia (HAM) Munir Said Thalib pada 2004 silam.
“Jika dinyatakan pemberian pembebasan bersyarat sesuai dengan prosedur hukum, maka Presiden Jokowi sedang mengingkari itu sendiri, dan menutup mata terhadap persoalan yang jauh lebih serius,” ujar Sekretaris Komite Aksi Solidaritas untuk Munir (Kasum) M. Choirul Anam dalam jumpa pers di kantor Imparsial, Jalan Tebet Utara II C, Jakarta, Senin (1/12/2014).
Dia menjelaskan, Peraturan Pemenerintah 99/2012 pasal 43 (b) ayat 2 menyatakan bahwa Ditjen PAS mempertimbangkan keamanan, ketertiban umum, dan rasa keadilan masyarakat. Dalam konteks pasal tersebut, secara nyata keputusan pembebasan bersyarat Pollycarpus telah mengingkari rasa keadilan masyarakat.
“Pembebasan bersyarat ini pula yang memberi sinyal sejauhmana Jokowi melaksanakan komitmennya menuntaskan kasus pelanggaran HAM lain. Termasuk kasus Cak Munir didalamnya,” beber Anam.
Lebih jauh, tambahnya, pembebasan Pollycarpus juga mengonfirmasi hubungan Presiden Jokowi dengan mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Hendropriyono yang namanya muncul dan patut diduga kuat sebagai salah satu penanggungjawab pembunuhan Munir.
“Belum lagi nama As’ad Said Ali yang muncul sebagai kandidat Kepala BIN,” tegas Anam.[wid]
Anam juga mengkhawatirkan dengan Pollycarpus bebas, akan menghilangkan banyak bukti.
“Kami khawatir dengan Pollycarpus berada di luar penjara banyak bukti yang akan dihancurkan atau dikaburkan,” ungkap Anam.
Menurutnya, Pollycarpus bisa saja menuntut balas terhadap pihak-pihak yang seharusnya ikut bertanggung jawab atas kematian Munir. Mengingat, mantan pilot senior Garuda Indonesia itu dijadikan satu-satunya terpidana kasus pembunuhan Munir.
“Bahkan karena dia dituduh pembunuhan terhadap Munir, jangan-jangan akan membunuh saksi-saksi yang memiliki potensi besar membuka (kasus) ini,” beber Anam.
Dia menambahkan, sejumlah kekhawatiran itu tidak dipertimbangkan oleh Presiden Jokowi.
“Dalam waktu dekat kami akan mengingatkan Jokowi. Kami akan membuat surat resmi tentang berbahayanya Pollycarpus berada di luar penjara, dan bagaimana Jokowi menyakiti rasa keadilan masyarakat,” jelas Anam.
Sementara itu pengamat politik dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Pangi Syarwi Chaniago menilai, dengan pembebasan bersyarat bagi Pollycarpus, maka itikad dan komiten Presiden Joko Widodo dalam penegakan hukum layak dipertanyakan.
“Padahal Jokowi waktu kampanye kemarin, tak henti-hentinya tim sukses dan Jokowi sendiri menyerang Prabowo terkait HAM,” kata Pangi, Senin (1/12/2014).
Menurut Pangi, keputusan Jokowi tersebut mengkonfirmasi bahwa masalah HAM yang dikampanyekan ketika itu hanya dijadikan sebagai komoditas politik semata. Seharusnya, Pollycarpus tidak diberi keringanan hukuman, apalagi otak di balik pembunuhan Munir sampai hari ini masih menjadi misteri.
“Polly tak layak bebas,” kritiknya.
Andaikan saja, pemerintah sebelumnya dan sekarang serius dalam penanganan kasus pelanggaran HAM, ia yakin tak perlu berlama-lama untuk mengungkap otak di balik pembunuhan Munir.
“Saya percaya aktor pembunuh Munir tidak lepas dari penguasa, mengungkap pembunuhan Munir ujungnya akan berhadapan dengan kekuatan penguasa dan mafia,” ungkapnya.
Terlebih lagi, sambung dia, jika aktor atau otaknya bagian tak terpisahkan yang selalu menempel ke institusi negara seperti intelijen. Jika itu faktanya maka semakin membuat penegakan hukum lebih dulu menemui ajalnya.
Ipang, begitu disapanya pun menantang keberanian Jokowi untuk menyeret sejumlah nama-nama seperti Prabowo Subianto, Wiranto juga Hendropriyono, yang diduga sebagai dalang kasus-kasus pelanggaran HAM, ke pengadilan. (*)