bidik.co — Pada perdagangan di lantai bursa hari ini, Jumat (26/9/2014), performa Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diselimuti sentimen negatif dari internal maupun eksternal. IHSG ditutup melemah 68,81 poin atau 1,32 persen di posisi 5.132,56. Dampak lemahnya pendukung Jokowi?
Kepala Ekonom Samuel Asset Management Lana Soelistianingsih mengungkapkan, tidak hanya pengesahan RUU Pilkada yang membuat IHSG lesu, tetapi juga pada saat yang bersamaan, bursa-bursa saham Asia berjatuhan, seperti bursa Jepang Nikkei dan bursa Hongkong Hang Seng.
“Tidak ada isu RUU Pilkada juga (IHSG) turun. Tetapi, investor khawatir koalisi Jokowi tidak banyak membantu, seperti pada dua kali pembahasan UU MD3 dan RUU Pilkada. Koalisi Merah Putih tetap kuat,” kata Lana, Jumat (26/9/2014).
Lana menyebut, meski bisa saja ada berbagai pembicaraan “di balik layar,” pasar melihat koalisi Jokowi belum bisa merangkul pihak-pihak yang lain. Dikhawatirkan, pada saat Jokowi mengajukan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P), Jokowi akan menemui kesulitan. Padahal, dalam APBN-P, Jokowi bisa saja menunjukkannya untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi.
“Bisa malah takutnya gagal. Untuk jangka pendek, kalau regional baik, ada kesempatan untuk juga terjadi perbaikan. Kalau regional baik, tapi domestiknya membuat lemah, ini bisa saja jadi bagian dari proses panjang,” ujar ekonom dari Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI) ini.
Lana mengungkapkan, pasar membutuhkan perkembangan koalisi yang lebih baik. Sebab, yang terlihat pasar saat ini adalah posisi PDI-P yang sangat kuat. “Saat ini, tidak terlihat upaya di publik untuk merangkul partai-partai lainnya, meski bisa saja di belakang itu sebenarnya ada upaya. Tapi, publik kan tidak melihat,” kata dia.
Sementara itu nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali melemah. Hari ini, Jumat (26/9/2014) dolar diperdagangkan di level Rp 12.000. Selain faktor eksternal, sentimen negatif dari disahkannya Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) melalui DPRD.
Dikutip dari Reuters, dolar AS diperdagangkan di posisi Rp 12.015. Posisi terkuat dolar AS adalah di Rp 12.020.
Menurut David Sumual, Ekonom PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), ada 2 faktor yang menyebabkan pelemahan rupiah. Pertama adalah faktor global, terkait rencana kenaikan suku bunga di AS.
Dalam 2-3 pekan terakhir dolar AS memang cenderung menguat terhadap mata uang utama dunia. “Jadi bukan mata uang lainnya yang melemah, tapi dolar AS yang sedang bullish,” katanya, Jumat (26/9/2014).
Terakhir, lanjut David, ada spekulasi bahwa bank sentral AS akan menaikkan suku bunga pada kuartal IV-2014. “Namun itu sepertinya hanya spekulasi para traders. Kemungkinan besar suku bunga akan naik tahun depan,” tuturnya.
Selama masih belum ada kejelasan seputar kebijakan moneter di AS, tambah David, pasar keuangan global masih akan bergejolak. “Dolar AS masih akan dalam tren bullish,” ujarnya.
Faktor kedua, menurut David, adalah disahkannya Pilkada melalui DPRD. Dia menilai ini menjadi perseden buruk untuk jalannya pemerintahan ke depan.Next
“Artinya, gerilya masih terus berjalan. Kita akan berkelahi terus di dalam negeri,” tegasnya.
Dikhawatirkan kebijakan pemerintahan presiden dan wakil presiden terpilih Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) nantinya tidak akan mulus karena mendapat tentangan di daerah. Pasalnya, kepala daerah akan dipilih oleh DPRD yang mayoritas adalah kubu oposisi Koalisi Merah Putih.
“Hal seperti ini dikhawatirkan bergulir terus. Kapan selesainya?” ujar David.
Investor, kata David, juga akan melihat Indonesia terus diliputi instabilitas politik dan ketidakpastian hukum. “Pilkada melalui DPRD ini pasti akan di-challenge ke MK (Mahkamah Konstitusi). Pasar masih melihat ada ketidakpastian hukum,” tuturnya. (ai)