bidik.co — Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengaku kepala daerah yang dipilih langsung oleh rakyat melalui Pilkada langsung banyak melakukan pelanggaran hukum. Dalam catatan Kemendagri dari tahun 2005-2014 hampir 80 persen atau 327 kepala daerah hasil pilkada langsung tersangkut hukum karena terlibat dalam tindak pidana korupsi.
Hal tersebut disampaikan Juru Bicara Kemendagri, Dodi Riatmadji dalam diskusi bertajuk ‘Pilkada untuk Siapa?’, di Warung Daun, Cikini, Jakarta, Sabtu (13/9).
“Jadi selama 2005-2014 kami mencatat ada sekitar 327, ada kemungkinan bertambah lagi kepala daerah yang tersangkut dalam masalah hukum, setelah kita pilah sebagian besar 80 persen berkaitan dengan korupsi,” ungkap Dodi dalam diskusi kepada awak media.
Dodi menambahkan dalam kajian Kemendagri, kepala daerah yang terjerat dalam tindak pidana hukum sangat berkaitan dengan sistem pilkada yang digelar melalui pemilihan langsung oleh rakyat.
“Bahwa ada korelasi antara perbuatan melanggar hukum (korupsi) yang dilakukan oleh kepala daerah dan wakilnya itu terkait betapa besarnya biaya yang dilakukan selama mengikuti pemilihan secara langsung,” pungkasnya.
Menurut Dodi, permasalahan itu tengah dicarikan jalan keluar. Namun, sampai saat ini belum ketemu.
Dengan itu, Dodi berharap sedianya permasalahan ini bisa cepat diatasi untuk kepentingan bangsa.
“Akhrinya kami, pemerintah, mengajukan RUU Pilkada. Di satu sisi bisa dikatakan pilkada langsung lebih banyak mudharatnya,” ujar Dodi.
Bahkan, kata Dodi, pemilihan langsung juga menimbulkan konflik horizontal di dalam pelaksanaannya. Dengan begitu, Dodi meyakini, pemilihan kepala daerah melalui DPRD bisa menghapus konflik sosial ini.
“Kepala daerah terpilih cenderung melakukan pencopotan dan pemutasian PNS tanpa pertimbangan yang cukup. Terakhir Wali Kota Palembang memberhentikan ratusan pejabat di sana,” ujarnya.
Selain itu lanjut Dodi, biaya yang harus dikeluarkan kepala daerah juga sangat banyak jika dipilih langsung oleh rakyat. (ai)