bidik.co — Produk domestik bruto (PDB) tidak dapat dijadikan indikator mengukur kemajuan dan kemampuan produksi suatu bangsa. Menurut Wakil Presiden Boediono, PDB hanya mengukur nilai pasar, tepatnya nilai tambah yang dihitung pada harga pasar dari kegiatan ekonomi dalam kurun waktu satu tahun.
“PDB hanya mengukur exchange value dari barang dan jasa yang dihasilkan kegiatan ekonomi. Pertumbuhan PDB atau ekonomi tidak mengukur peningkatan produktif bangsa yang diartikan seperti yang saya sebutkan tadi sebagai kemampuan total bangsa itu untuk maju menjadi bangsa modern,” jelasnya saat menyampaikan kuliah umum di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Sabtu (13/9/2014).
Boediono mengatakan, salah kaprah jika kebijakan hanya fokus pada upaya meningkatkan PDB atau pertumbuhan ekonomi. PDB naik karena produksi barang dan jasa meningkat. Kenaikan PDB tidak selalu mencerminkan peningkatan kemampuan produktif negara itu.
Mantan Gubernur Bank Indonesia ini menambahkan, kenaikan PDB juga tidak mencerminkan kemampuan produksi lebih besar jika barang dan jasa yang dihasilkan hanya laku di pasar lantaran harga murah karena diproduksi dengan upah murah. Lebih parah jika naiknya PDB berasal dari penjualan kekayaan alam secara mentah tanpa proses hilirisasi.
“Yaitu kekayaan alamnya tanpa upaya untuk meningkatkan nilai tambahnya,” kata Boediono.
Dalam pandangannya, pertumbuhan ekonomi mencerminkan kemampuan produksi jika bersumber pada peningkatan produktivitas, bukan sekadar kenaikan volume produksi. Boediono menekankan perbedaan, antara produksi dan produktivitas.
“Kemampuan produksi hanya meningkat melalui peningkatan produktivitas. Jadi strategi yang benar bagaimana secara sistematis kita meningkatkan produktivitas bangsa sehingga akhirnya dapat setara bangsa yang maju,” jelasnya.
Boediono menjelaskan, ada dua sumber peningkatan produktivitas, pertama adalah kreativitas manusia dan fiskal kapital atau barang-barang fisik, termasuk contohnya infrastruktur, mesin-mesin, sarana-saran produksi lainnya.
Oleh karena itu, secara umum harus dipahami bahwa setiap negara perlu melakukan pembangunan untuk mencapai tujuannya. Tolok ukur kemajuan negara dapat dilihat dari keberhasilan dalam proses pembangunan, baik dipandang dari sudut negara tersebut maupun jika dibandingkan dengan negara lain.
Adapun tingkat kemajuan suatu negara dapat dilihat dari dua segi, yaitu segi kuantitatif dan kualitatif.
Secara kuantitatif suatu negara dapat dianggap sebagai suatu Negara maju atau negara berkembang dilihat dari pendapatan per kapita, tingkat pertumbuhan ekonomi, tingkat pengangguran, tingkat inflasi, serta laju pertumbuhan penduduk.
Sementara dari segi kualitatif, suatu negara dikategorikan negara maju apabila pertumbuhan ekonomi yang tinggi disertai dengan pemerataan pendapatan. (ai)