bidik.co — Setelah Forum Umat Islam (FUI), Wakil Ketua DPR Fadli Zon menerima elemen masyarakat yang tergabung dalam Koalisi Peduli Indonesia. Koalisi yang terdiri dari alumni Universitas Indonesia dan universitas lain ini ingin menyuarakan penolakan Sutiyoso jadi Kepala Badan Intelijen Negara (KaBIN).
“Seharusnya Presiden Jokowi lebih cermat dalam memilih dan mengajukan nama calon KaBIN,” kata Ketua Koalisi Peduli Indonesia Ahmad Hadi di lantai 3, Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (19/6/2015).
Ahmad meminta Presiden Jokowi mengajukan nama baru calon KaBIN yang tak berlatar belakang partai politik. Pentingnya syarat ini agar bisa menjaga kompetensi dan kapabilitas dunia intelijen.
“Nama calon yang lebih baik, bukan menjadi bagian dari parpol. Rekam jejaknya harus bisa dilihat. Ini kami coba tampilkan beberapa link berita soal rekam jejak Sutiyoso,” tuturnya.
Kemudian, perwakilan Koalisi Peduli Indonesia Satrio Komeng menyebut tugas KaBIN lebih berat dibandingkan Panglima TNI serta Kapolri. Kemampuan menganalisis ancaman terhadap negara mesti dimiliki seorang KaBIN.
“Kami minta Komisi I agar bekerja sama dengan KPK dan PPATK dalam menelusuri rekam jejak kandidat kepala BIN serta memantau fit and proper test agar tak ada politik uang dan praktek suap menyuap,” sebutnya.
Adapun Fadli Zon memahami keinginan Koalisi Peduli Indonesia. Dia akan menyampaikan hal ini kepada Komisi I DPR sesuai masukan dari masyarakat.
Namun, dia mengatakan semuanya dikembalikan kepada Presiden Joko Widodo.
“Kami bisa memajami dan akan diterima dan diteruskan. Pada dasarnya kami menampung aspirasi dari masyarakat. Tapi, ini kembali lagi ke presiden. Nanti ada buka puasa bersama, mungkin akan saya sampaikan hal ini,” sebut Fadli.
Sebelumnya lembaga pemantau hak asasi manusia, Imparsial, mengkritik penunjukan Letjen TNI (Purn) Sutiyoso sebagai calon kepala Badan Intelijen Negara (BIN). Imparsial menyebut Sutiyoso sebagai salah satu tokoh militer yang diduga memiliki beban masa lalu terkait pelanggaran hak asasi manusia.
“Sutiyoso memiliki track record (rekam jejak) Orde Baru. Dia pimpinan Kopassus dan intelijen pada masa Orde Baru yang kental dengan tindakan represif ala kepemimpinan Soeharto,” ujar Direktur Eksekutif Imparsial Poengky Indarti dalam konferensi pers di Kantor Imparsial, Jakarta, Kamis (11/6/2015).
Menurut Poengky, jika Sutiyoso menjabat sebagai kepala BIN, para aktivis HAM mengkhawatirkan jika cara-cara penanganan hukum oleh aparat terhadap masyarakat sipil dilakukan dengan tindakan yang mengabaikan hak asasi manusia, seperti pada masa Orde Baru.
Sutiyoso diduga bertanggung jawab dalam peristiwa penyerangan Kantor PDI di Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, pada 27 Juli 1996. Sutiyoso yang saat itu menjabat sebagai Pangdam Jaya diduga lalai melindungi masyarakat sipil.
“Saat memiliki jabatan strategis pada 1997-1998, Sutiyoso tidak mampu mengatasi kasus-kasus pelanggaran HAM, seperti tragedi Semanggi, serta penculikan mahasiswa,” kata Poengky.
Jokowi sudah menyerahkan nama Sutiyoso sebagai calon kepala BIN kepada DPR. Jokowi mengaku sudah mempertimbangkan rekam jejak dan kompetensi Sutiyoso sebelum mengambil keputusan.
Dia berharap, DPR tidak mempersulit pencalonan Sutiyoso lantaran dia sudah melalui berbagai pertimbangan sebelum memilih mantan Gubernur DKI Jakarta itu.
Sutiyoso sendiri mengaku dipanggil Presiden Jokowi pada Senin (8/6/2015) untuk membicarakan pencalonannya sebagai kepala BIN. Ia mengaku siap jika dipercaya karena merasa memiliki kemampuan di bidang intelijen.
“Di Kopassus itu ada satuan intelijen, dan saya lama di satuan itu. Mudah-mudahan saya bisa memenuhi harapan Presiden,” ucapnya.
Sutiyoso berharap, DPR menyetujui pencalonannya sebagai kepala BIN. Selanjutnya, ia berjanji akan mundur dari posisi Ketua Umum PKPI setelah resmi dilantik sebagai kepala BIN.(*)