bidik.co – Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengaku berat untuk menandatangani UU Pemilihan Kepala Daerah yang baru disahkan DPR dalam Rapat Paripurna Jumat dini hari kemarin.
Alasannya, UU tersebut akan merebut hak rakyat karena kepala daerah nanti akan dipilih oleh DPRD.
Namun, meski tidak ditandatangai Presiden, UU tersebut akan tetap berlaku.
Pakar hukum tata negara Mahfud MD menjelaskan, dalam seminggu setelah disahkan di DPR, RUU kemudian disampaikan kepada Presiden untuk ditandatangani lalu diundangkan.
Kalau dalam 30 hari tidak diteken Presiden, UU tersebut resmi berlaku.
Demikian disampaikan Mahfud yang juga mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, dalam akun Twitter-nya @mohmahfudmd menjawab pertanyaan salah seorang follower-nya beberapa saat tadi (Sabtu, 27/9/2014).
Lebih jauh dia menambahkan, UU Pilkada tersebut memang bisa digugat ke MK. Namun syaratnya, kalau sudah berlaku dan terdapat nomer UU dalam Lembaran Negara.
Mantan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD mengatakan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada) tidak bisa langsung digugat ke MK. Sebab sebelum mengajukan judicial review, para pengugat harus menunggu UU Pilkada diundangkan dan diberi nomor dalam lembaran negara.
“Diundangkan itu nanti kalau sudah ditandatangani oleh Presiden,” ujarnya, Ahad (28/9/2014).
Akan tetapi, menurutnya karena pengalaman sejarah yang buruk, di dalam UUD 1945 hasil amandemen menyebutkan di dalam Pasal 20 Ayat (5) bahwa jika Presiden tidak menandatangani. Maka 30 hari sejak disepakati atau disahkan RUU itu berlaku sebagai UU tanpa ditandatangani Presiden dan harus ditempatkan dalam Lembaran Negara.
Seperti diberitakan, berbagai lapisan masyarakat berencana akan melakukan Judicial Review ke MK menyangkut UU Pilkada tentang pemilihan kepala daerah oleh DPRD. Mereka menilai pilkada melalui DPRD adalah sebuah kemunduran demokrasi. (if)