bidik.co — Belum genap berusia satu hari, Kabinet Kerja pemerintahan Jokowi dan JK langsung dihujani berbagai kritik.
Pendiri Lingkaran Survei Indonesia (LSI), Denny JA, memperkirakan akan ada reshuffle kabinet di tengah jalan. Dengan kata lain, 34 menteri yang baru saja diangkat, tak semuanya akan bertahan.
Alasan kocok ulang pertama, menurut Denny JA, karena Presiden Joko Widodo ternyata mengabaikan warning Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengenai figur yang bermasalah. Menteri-menteri yang masuk dalam daftar kuning dan merah KPK akan diproses.
“Sudah luas disiarkan media, aneka nama yang diberi warna merah dan kuning oleh KPK, namun tetap diangkat sebagai menteri,” kata Denny JA.
“Publik bertanya keseriusan Jokowi melibatkan KPK jika rekomendasi KPK itu diabaikan? KPK dipercayai publik akurat dengan rekomendasinya,” sambung polster ini.
Menurut dia, apabila peringatan KPK benar, lantas ada menteri Jokowi yang menjadi tersangka kasus korupsi, pasti kocok ulang kabinet terjadi. Di sisi lain, Kabinet Kerja akan pula cacat.
Sementara itu Kelompok Relawan Pemenangan Joko Widodo-Jusuf Kalla Jawa Tengah bersumpah untuk menolak susunan kabinet jika diisi antek-antek neoliberalisme yang bertentangan dengan ajaran dan semangat Trisakti.
“Jika antek-antek neoliberal ini tetap dipaksakan Jokowi-JK masuk pada komposisi kabinet, maka kami para relawan akan menarik diri dari dukungan,” tegas tokoh Relawan Jokowi-JK Jateng, Mohamad Khabieb, Sabtu (25/10/2014).
Bahkan Khabieb dan para koleganya berjanji akan melakukan gerakan delegitimasi terhadap pemerintahan Jokowi-JK. Selain itu, pemerintahan sekarang juga tidak berhak menggunakan istilah Kabinet Trisakti bila tokoh-tokoh dari Orde Baru diakomodir dalam kabinet.
Seperti diketahui beberapa nama yang mendapat tentangan kuat dari relawan karena dianggap berbau asing dan Orde Baru diantaranya Kuntoro Mangkusubroto, Rini Soemarno, Chatib Basri, Sri Mulyani dan Anies Baswedan.
“Itu jelas melukai kami dan mengkhianati agenda reformasi kami, jadi bukan salah kami jika kami akan terus melawan, karena kekuasaan hari inilah yang memancing kami untuk terus melakukan perlawanan,” ujar Khabieb yang juga eks aktivis 98.
Beberapa nama yang beredar kuat akan menempati posisi kabinet diduga relawan mempunyai masalah masa lalu yang belum terjawab, mulai dari isu korupsi, HAM hingga masalah ideologi.
“Untuk itu lengkap sudah alasan kami untuk menolak pemerintahan sekarang. Sekali lagi kami ingatkan pemerintahan Jokowi, sebelum semuanya jadi terlambat, jangan membuat suasana kepercayaan rakyat yang tinggi ini Anda khianati sendiri. Kamilah yang akan mencabut mandat Anda melalui people power,” tandasnya.
Nama lain yang bermasalah, Sofyan Djalil, ditunjuk sebagai Menko Perekonomian.
Bos kementerian BUMN di era SBY-JK (2007-2009) ini muncul di tengah redupnya nama-nama seperti Sri Mulyani, Darmin Nasution, Kuntoro Mangkusubroto, Chatib Basri dan Sri Adingsih yang kemungkinan tersingkir karena seleksi KPK-PPATK atau karena terus dikritik publik terkait ideologi neoliberalisme yang mereka anut.
“Ini adalah suatu advonturisme politik dari JK. Kita tahu bahwa Sofyan Djalil bukanlah orang yang mengerti makro ekonomi, kompetensi yang bersangkutan tidak pas dengan posisinya. Tapi mungkin karena ia sangat loyal kepada JK jadi seolah dipaksakan ditempatkan di sana (menko ekonomi),” ujar peneliti Lingkar Studi Perjuangan, Gede Sandra, Sabtu (25/10/2014).
Sofyan Djalil adalah orang pasar modal dan lebih memahami mikro dibanding makro ekonomi. Namun yang perlu disoroti di sini adalah hubungan Sofyan Djalil dengan Skandal Bank Century. Tokoh politik yang sebelumnya pernah menjabat Menkominfo ini tercatat pernah diperiksa KPK dua kali (tahun 2010 dan 2014) terkait “skandal raksasa” itu.
“Yang juga perlu kita tanyakan di sini adalah mengapa JK memaksakannya menjadi Menko Perekonomian? Sofyan ini sebenarnya the right man on the wrong place. Seharusnya, Jokowi tidak perlu berjudi dengan nasib perekonomian Indonesia di saat situasi ekonomi dunia masih di bawah bayang-bayang resesi,” ujar Sandra.
Gede Sandra juga mengungkapkan, berhembus kabar meskipun JK kerap mengaku tidak mau menjadi RI-1, tapi pada praktiknya ia berambisi untuk mengendalikan semua urusan pemerintahan Jokowi. Mulai dari penentuan menteri-menteri yang penting dalam ekonomi, bahkan termasuk dalam hal ajudan-ajudan di sekeliling Jokowi.
“Dapat kemudian dibaca bahwa niat JK sesungguhya adalah tetap menjadi ‘the real President’,” tukasnya.
Sementara itu dengan diangkatnya Rini Soemarno sebagai Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yang kemungkinan besar diberi rapor merah oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu adalah mantan Presiden Direktur Astra ini, menjadi masalah besar bagi kabinet Jokowi.
“Mungkin Jokowi ada kompromi dengan KPK. Entah kompromi itu apa. Atau kita tunggu saja KPK, apakah benar sesuai dengan janjinya mau menjerat dalam dua atau tiga bulan ini,” kata pengamat politik dari Universitas Parahyangan, Asep Warlan Yusuf, Minggu (26/10/2014).
“Saya berburuk sangka pada Rini, sebab kalau yang lain, saya lihat relatif aman,” sambung Asep yang juga Gurubesar Ilmu Hukum itu.
Asep memastikan, sosok Rini pun akan menjadi ganjalan dalam Kabinet Kerja Jokowi-Jusuf Kalla.
“Bahkan, bila pun akhirnya ada kompromi antara Jokowi dan KPK, tetap saja ada demo-demo soal Rini. Kan dia banyak kasusnya yang sudah disebut,” demikian Asep. (ai)