bidik.co — Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Tedjo Edhi Purdijatno mengatakan, Papua memang sudah dinyatakan tak tertutup lagi, sehingga pers dapat melihat situasi di Papua yang sudah jauh berbeda. Tidak ada lagi kekerasan-kekerasan seperti yang diberikan di luar negeri.
“Yang ada adalah Papua yang damai dan tak ada lagi konflik,” kata Tedjo yang ditanya soal kebebasan pers di Papua, saat mendampingi Presiden Joko Widodo dalam kunjungan kerjanya di Manokwari, Papua Barat, Minggu (10/5/2015) malam.
Meski demikian, menurut Tedjo, mereka bisa masuk dengan tetap mengikuti syarat. Ada pun syarat itu antara lain pemberitaannya tidak berisi fitnah, hal-hal yang tidak nyata, menjelekkan-menjelekkan pemerintah Indonesia dan tak berimbang.
“Sekarang ini pendekatan kita bukan lagi pendekatan keamanan, tetapi pendekatan pembangunan kesejahteraan dan keadilan,” ujarnya.
Pers asing, lanjut Tedjo, bisa saja meliput di gunung-gunung seperti ke Wamena dan lainnya. Namun, kedatangannya harus minta izin dulu.
“Mungkin harus diseleksi dulu siapa saja yang bisa. Karena ini terkait keamanan yang TNI dan Polri kita juga harus bertanggung jawab atas keselamatan mereka. Kalau ada apa-apa, kita bisa disalahkan juga. Ada yang akan menseleksi,” ucap Tedjo.
Sebelumnya Presiden Indonesia, Joko Widodo mengatakan mulai hari Minggu (9/5/2015), akses jurnalis asing ke Papua sudah dibuka.
“Mulai besok, (Minggu 10/5-red), untuk jurnalis asing sudah kita buka. Tidak ada masalah,” kata Presiden Jokowi.
Presiden Jokowi menambahkan tidak perlu lagi ijin khusus untuk jurnalis asing yang datang ke Papua, sama seperti jika jurnalis hendak datang meliput ke wilayah lainnya di Indonesia.
“Untuk jurnalis asing tak ada masalah lagi. Apa lagi? Jakarta perlu ijin? Tidak, tidak, tidak!” kata Jokowi dengan tegas.
Saat disinggung soal Clearing House yang selama ini membatasi para Jurnalis Asing untuk masuk ke Papua, Presiden Jokowi mengatakan tidak akan ada lagi Clearing House. Saat ditanyakan lagi apakah sebagai presiden dia yakin dengan pernyataannya tersebut, Presiden Jokowi mengatakan ia sangat yakin.
“Sudah saya sampaikan kepada jajaran di sini. Di Papua, menteri, di Kapolri di Panglima TNI, sudah semuanya. Apa yang kurang?” tanya Presiden Jokowi lagi.
Diketahui, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) secara khusus mencatat, sampai tahun 2015 ini, kebebasan pers di Papua masih dikekang. Lembaga clearing house telah dipakai untuk membatasi akses setiap jurnalis asing yang ingin meliput di Papua.
Bahkan, setiap jurnalis asing yang berhasil mendapat akses liputan ke Papua, kerap dikuntit atau dikawal dalam melakukan pekerjaannya sehingga jurnalis tidak leluasa dalam menjalankan tugas publiknya. Jurnalis lokal pun kerap mendapatkan intimidasi dan bahkan terdapat beberapa kasus pembunuhan atas jurnalis.
“AJI menyatakan pembatasan akses jurnalis di Papua justru akan berdampak lebih buruk bagi rakyat Papua, lebih jauh Indonesia. Pembatasan akan mendorong kemunculan lebih banyak situs-situs yang jauh dari prinsip-prinsip kerja jurnalisme yang mengedepankan verifikasi dan konfirmasi,” kata Ketua AJI Indonesia, Suwarjono dalam Diskusi Publik Kebebasan Pers di Tanah Papua, Rabu (29/4/2015) di Gedung Dewan pers Jakarta.
Menurut Suwarjono, informasi yang beredar melalui Internet, yang tidak bisa dicegah penyebarannya, tidak bisa diverifikasi sementara jurnalis juga kesulitan melakukan tugasnya karena adanya pembatasan. Keterbukaan akses jurnalis di Papua justru akan memberikan publik informasi yang lebih kredibel dan dapat dipercaya, pun dapat pula menjadi mata dan telinga terpercaya bagi pemerintahan Indonesia.(*)