bidik.co — Ketua DPP Bidang Komunikasi, Media, dan Penggalangan Opini Partai Golkar pimpinan Agung Laksono, Leo Nababan menegasakan Golkar keluar dari Koalisi Merah Putih (KMP).
“Keluar dari Koalisi Merah Putih ini merupakan pilihan politik. Alasannya karena ini sesuai dengan hasil Munas Ancol,” kata Leo kepada wartawan usai sidang pembacaan putusan Mahkamah Partai Golkar di Kantor DPP Partai Golkar, Slipi, Jakarta, Selasa (3/3/2015)
Sebagaiamana diketahui, dua hakim Mahkamah Partai Golkar yakni Djasri Marin dan Andi Mattalatta memutuskan mengesahkan kepengurusan Golkar pimpinan Agung Laksono. Sementara dua hakim lain hanya memberikan putusan rekomendasi terkait proses kasasi yang ditempuh kubu Aburizal Bakrie di Mahkamah Agung.
Leo mengatakan berbekal putusan itu, pihak Agung Laksono sudah mendapatkan keabsahan dari Mahkamah Partai. Atas dasar itu juga kata Leo, Golkar mendukung pemerintahan yang sah. Hal ini sesuai dengan doktrin dari Partai Golkar selama ini.
“Kita meminta kepada seluruh anggota fraksi, DPD I dan II agar menyesuaikan diri atas keputusan itu,”demikian Leo.
Namun sebenarnya, empat hakim Mahkamah Partai Golkar, mengeluarkan putusan berbeda terkait dualisme kepengurusan internal Partai Golkar.
“Terdapat pendapat berbeda dalam majelis, sehingga tidak mencapai kesatuan pendapat soal keabsahan kedua munas,” kata Ketua Mahkamah Partai Muladi, dalam sidang pembacaan putusan, di Kantor DPP Partai Golkar, Slipi, Jakarta, Selasa (3/3/2015)
Alasan kubu Aburizal Bakrie telah melayangkan proses Kasasi ke Mahkamah Agung atas keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat membuat Muladi dan HAS Natabaya berpendapat kubu Aburizal Bakrie tengah berupaya menyelesaikan persoalan tanpa melalui Mahkamah Partai.
Atas dasar itu, Muladi menyatakan dirinya bersama HAS Natabaya memutuskan agar siapapun pemenang dalam proses peradilan itu untuk menghindari beberapa hal. Pertama, mengambil seluruh struktur kepengurusan, lalu merehabilitasi yang mengalami pemecatan, dan mengapresiasi yang kalah dalam kepengurusan. Sedangkan pihak yang kalah dalam pengadilan diminta berjanji tidak membentuk partai baru.
Sementara dua hakim lain yakni Djasri Marin dan Andi Mattalatta memutuskan mengesahkan hasil Munas Jakarta pimpinan Agung Laksono.
Dasar pertimbangan Djasri Marin dan Andi Mattalatta yakni bahwa Munas Bali yang diselenggarakan kubu Aburizal dirasa tidak transparan, tidak demokratis, dan tidak aspiratif. Sementara kubu Munas Jakarta dipandang berlangsung demokratis dan terbuka.
“Atas dasar itu maka diktum mengabulkan permohonan pemohon sebagian untuk menerima kepengurusan hasil Munas Ancol (kubu Agung), dengan kewajiban mengakomodir kader Golkar dari hasil Munas Bali (kubu Aburizal), secara selektif yang memenuhi kriteria prestasi, dedikasi, loyalitas dan tidak tercela (PDLT),” kata Muladi
Djasri Marin dan Andi Mattalatta juga meminta kubu Agung melaksanakan Munas selambatnya Oktober 2016 demi mempersiapkan persiapan pemilu legislatif dan pilpres 2019. (*)