bidik.co — Bak cerita dengan skenario dengan alur cerita yang dapat ditebak sebelumnya dan pemain-pemainnya berurutan untuk menyampaikan perannya masing-masing, Partai Demokrat akhirnya merubah keputusan untuk mendukung Pilkada langsung.
“Partai Demokrat berpendapat bahwa proses demokrasi yang sudah dilakukan sepuluh tahun patut untuk kita pelihara dan lanjutkan,” kata Ketua Harian DPP Partai Demokrat Syarief Hasan di Kantor DPP Partai Demokrat, Jakarta Pusat, Kamis (18/9/2014).
Sebelumnya Ketua Umum DPP Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan Demokrat akan menjadi partai penyeimbang pemerintahan mendatang. Sebagai penyeimbang, Demokrat akan mendukung setiap kebijakan pemerintah yang dianggap prorakyat dan mengkritisi kebijakan yang dinilai merugikan rakyat.
“Sebagai penyeimbang akan mendukung setiap pelaksanaan kebijakan untuk kepentingan rakyat,” katanya.
Alur berikutnya Sekretaris Jenderal Partai Demokrat, yang juga anak Presiden SBY, Edhie Baskoro Yudhoyono menegaskan bahwa demokrasi di Indonesia harus terus tumbuh dan berkembang jangan sampai mengalami kemunduran.
Untuk itu, menurut Ibas panggilan Edhie Baskoro, Partai Demokrat setuju jika pemilu secara langsung tetap dipertahankan karena sejalan dengan aspirasi masyarakat.
“Terkait polemik RUU Pilkada, Partai Demokrat setuju dengan napas reformasi dan pematangan demokrasi. Intinya harus sejalan dengan pemikiran rakyat termasuk aspirasi kepala-kepala daerah yang menginginkan hak politik warga negara RI tidak boleh dipangkas,” ujar Ibas di Jakarta, Rabu, (17/9/2014).
Namun demikian Ibas mengingatkan bahwa perlu ada perbaikan-perbaikan dalam pasal RUU Pilkada yang berpotensi merusak napas demokrasi.
“Hanya saja Partai Demokrat memandang perlu perbaikan-perbaikan secara terinci terkait pasal-pasal yang berpotensi menimbulkan ekses terhadap pilkada langsung tersebut,” tambahnya.
Pernyataan tak berhenti pada Ibas, Ketua Dewan Kehormatan Partai Demokrat (PD) Amir Syamsuddin pun menegaskan sikap partainya untuk mendukung pilkada langsung oleh rakyat. Tak hanya mendukung pilkada langsung, PD juga ingin ada tambahan aturan untuk mengurangi ‘efek samping’ pilkada langsung.
“Ya, kita langsung. Tetapi seperti apa yang diucapkan beliau (red-SBY) di Youtube, perlu diletakkan rambu-rambu untuk mencegah ekses-ekses negatif dari pilkada langsung,” kata Amir kepada wartawan di Kantor Presiden, Jl Veteran, Jakarta Pusat, Rabu (17/9/2014).
Meski demikian, Amir menyerahkan proses pembahasan RUU Pilkada kepada DPR. Namun, dia menegaskan Ketum PD SBY mendukung pilkada langsung dengan syarat ada tambahan peraturan.
“Seperti yang sudah disampaikan, seperti yang Anda bisa ikuti di Youtube. Kalau kita cermati, memilih opsi langsung tapi bersyarat dengan rambu-rambu. Jadi UU harus dilengkapi dengan rambu-rambu, agar ekses pilkada langsung bisa dikurangi,” paparnya.
Apakah ini berarti DPP PD memerintahkan Fraksi PD mendukung pilkada langsung di DPR?
“Ya begitu, asalkan dengan syarat tadi,” ujarnya.
Gongnya adalah pernyataan Ketua Harian PD Syarief Hasan yang menyatakan Partai Demokrat (PD) resmi mendukung pilkada langsung. Dukungan ini disertai dengan 10 syarat agar pilkada langsung berjalan lebih baik.
“Yang menjadi pilihan PD adalah pilkada yang dilakukan langsung dengan catatan harus ada 10 perbaikan atau perubahan besar yang dimasukkan dalam RUU,” kata Ketua Harian PD Syarief Hasan dalam jumpa pers di Kantor DPP PD, Jl Kramat Raya, Jakarta Pusat, Kamis (18/9/2014).
Kesepuluh syarat dari PD yaitu berupa aturan atau pasal-pasal tambahan di RUU Pilkada. Aturan-aturan ini diyakini PD akan mengurangi ekses negatif pilkada langsung.
“Kalau 10 poin ini dimasukkan, maka secara tegas PD memilih pilkada dilakukan secara langsung baik gubernur, bupati dan wali kota,” ujar Menkop UKM ini.
Kesepuluh poin dari PD yang disampaikan Syarief Hasan adalah:
Pertama, Uji publik atas integeritas dan kompetensi cagub, cabup, cawalikota.
Kedua, Efisiensi biaya pilkada harus dan mutlak.
Ketiga, Pengaturan kampanye dan pembatasan dana.
Keempat, Akuntabilitas penggunaan dana kampanye.
Kelima, Larangan politik uang dan sewa kendaraan partai. Maksudnya adalah, kalau seseorang ingin maju melalui partai A, maka umumnya dikenal ada mahar dan sebagainya, bagi PD harus dilarang.
Keenam, Larangan untuk melakukan fitnah dan kampanye hitam.
Ketujuh, Larangan pelibatan aparat birokrasi.
Kedelapan, Larangan pencopotan aparat birokrasi pasca pilkada.
Kesembilan, Penyelesaian sengketa pasca pilkada.
Kesepuluh, Pencegahan kekerasan dari calon atas keputusan pendukung.
“Kalau ini dilanggar, PD ingin calon yang melanggar tersebut didiskualifikasi. Semua poin itu ingin kita masukkan ke RUU Pilkada yang sedang berjalan dan akan selesai pada pembahasan tingkat 1 dan dilanjutkan selanjutnya,” pungkas Syarief.
Perubahan Peta Dukungan
Tentu saja sikap Demokrat tersebut akan mengubah peta politik di DPR. Kini, mayoritas fraksi di DPR memilih agar kepala daerah tetap dipilih langsung oleh rakyat.
Sebelumnya, usulan pilkada lewat DPRD mendominasi pembahasan RUU Pilkada di DPR. Partai Golkar (106 kursi), PPP (38 kursi), PAN (46 kursi), PKS (57 kursi), Partai Gerindra (26 kursi) yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih mendorong pilkada dilaksanakan melalui DPRD.
Demokrat (148 kursi) sebelumnya juga berpendapat sama. Jika tidak terjadi musyawarah mufakat, pengambilan keputusan bisa dilakukan secara voting. Total suara pendukung pilkada lewat DPRD, sebelum Demokrat berubah sikap, mencapai 421 kursi.
Kini, peta politik berbalik. Sebelumnya, hanya tiga parpol mendukung mekanisme pilkada tetap secara langsung, yakni PDI Perjuangan (94 kursi), PKB (28 kursi), dan Partai Hanura (17 kursi). Jika ditambah Demokrat, maka suara pendukung pilkada langsung di DPR mencapai 287 kursi. Sementara itu, pendukung pilkada lewat DPRD sebanyak 273 kursi.
Pengamat politik dari Lingkar Madani untuk Indonesia, Ray Rangkuti, di Jakarta, Senin (15/9/2014), berpendapat, jika Demokrat benar berubah sikap, bukan tidak mungkin akan ada parpol Koalisi Merah Putih yang juga berubah sikap mendukung pilkada langsung.
Menurut Ray, perubahan sikap dapat terjadi lantaran komitmen Koalisi Merah Putih terkait RUU Pilkada dibangun hanya untuk balas dendam setelah Prabowo Subianto-Hatta Rajasa kalah pada pilpres lalu.
Penolakan publik yang begitu masif terhadap pilkada lewat DPRD, menurut Ray, akan menggugah partai lain untuk berbalik mendukung pilkada secara langsung.
“Jika Demokrat setuju dengan pilkada langsung, jelas peta DPR berubah. Pendukung pilkada langsung akan memenangkan voting,” kata Ray.
Pertanyaan kita, apakah mungkin partai-partai yang berkoalisi dengan PDIP akan menerima persyaratan-persyaratan itu secara keseluruhan atau sebagian atau mungkin justru keberatan dengan dengan persyaratan-persyaratan tersebut?
Tentu saja persyaratan yang diberikan oleh Partai Demokrat merupakan tawaran ideal untuk mewujudkan Pilkada yang demokratis dengan menjunjung tinggi nilai kejujuran. Diterima kah? Kita tunggu. (Agus Ismanto)