bidik.co — Jelang Kongres ke-4 Partai Amanat Nasional (PAN) pada Maret 2015, persaingan antara kubu Hatta Rajasa dengan Zulkifli Hasan semakin memanas. Saling sindir antartim sukses mulai ramai mereka pertontonkan.
Kubu Hatta Rajasa, menyindir putra Amin Rais yakni Hanafi Rais, yang mengatakan bahwa tradisi ketua umum di PAN hanya satu periode. Hanafi adalah pendukung Zulkifli. Pernyataan Hanafi tersebut direspon oleh tim sukses Hatta Rajasa, Rusli Halim. Rusli, Wakil sekjen DPP PAN mengatakan ketidaksetujuannya dengan pendapat Hanafi itu.
Menurutnya, wacana ketua umum satu periode bukan sebuah tradisi apalagi keteladanan dalam PAN, tetapi sebatas isu temporer dan strategi pemenangan bagi calon ketua umum yang menantang calon incumbent pada kongres PAN ke IV mendatang. Bahkan dia mengatakan kalau fatsun politik kader PAN,semua terlembaga dalam anggaran dasar/anggaran rumah tangga (AD/ART) partai.
Tradisi PAN, lanjut Rusli adalah kolektif kolegial. Tidak ada aturan satu periode, seperti yang dilontarkan Hanafi Rais.
“Memang benar dua Ketua Umum DPP PAN sebelum Pak Hatta (Amin Rais dan Sutrisno Bachir) semuanya satu periode, tapi kurang tepat juga jika dikatakan ini sebagai sebuah tradisi apalagi keteladanan,” kata mantan Ketua Umum DPP IMM baru-baru ini.
Terkait pernyataan Rusli tersebut, Wakil Ketua Umum Barisan Muda PAN, Raji N Sitepu mengimbau agar orang-orang yang tidak mengenak sejarah PAN dengan baik, tidak perlu ikut-ikutan bicara soal PAN dan Amien Rais.
“Saya itu tidak kenal siapa Rusli Halim, kok tiba-tiba sok tahu soal AD/ART PAN dan Amien Rais, kalau dia kader PAN maka cara pandangnya tidak seperti itu,” kata Raji, Minggu (10/1/2015).
Dia mengingatkan apa yang disampaikan Amien Rais misalnya, sesungguhnya lebih kepada usaha untuk membesarkan partai dan mengajak seluruh kader untuk menghadapi kongres ini dalam suasana yang kondusif, beretika dan beradab. Sehingga dalam kongres nanti dapat melahirkan pemikiran yang cemerlang untuk membangun PAN lima tahun ke depan.
Oleh karena itu, Raji mengimbau orang-orang gadungan yang tidak paham sejarah dan ideologi PAN, apalagi tidak tumbuh besar dalam dinamika organisasi PAN tidak perlu merusak PAN dengan pernyataan yang membingungkan.
“Pernyataan yang membingungkan itu pertanda dia tidak paham masalah, sehingga t idak akan bisa memberikan pendidikan politik yang baik, bahkan cenderung memancing konflik di internal partai,” jelas Raji.
Cara-cara ini, lanjutnya adalah cara-cara lama yang biasa digunakan oleh para avonturuir politik yang cenderung pramatis dan berupaya mengambil keuntungan pribadi.
Sebelumnya politisi Partai Amanat Nasional (PAN) Hanafi Rais mengatakan dalam partai berlambang matahari itu tidak pernah seorang incumbent kembali mencalonkan diri dan menjadi ketua umum. Menurut anak Amien Rais itu, PAN punya tradisi satu ketum hanya satu periode.
“Soal ketum, PAN punya tradisi bahwa ketum itu satu periode saja. PAN butuh sosok pemimpin partai yang bisa menjawab dahaga para kader akan regenerasi dan gagasan pembaharuan,” katanya kepada wartawan lewat pesan singkat di Jakarta, Rabu (7/1/2015).
Sejauh ini, lanjut Hanafi, sosok yang seperti itu ada pada Zulkifli Hasan. Selain itu, dia meminta agar Dewan Pimpinan Pusat (DPP) memberi kewenangan penuh kepada Dewan Pimpinan Daerah untuk menentukan sendiri pimpinan dewannya dan penentuan pilkada.
“Ketum bukan tiket gratis untuk nyapres atau nyawapres (didorong agar bisa via konvensi dan survei), DPP harus jadi institusi yang prioritasnya pada pelayanan dan resolusi konflik (bukan malah dominasi dan intervensi,” pungkasnya. (*)