bidik.co —- Paus Fransiskus mengecam “pembantian brutal” kelompok minoritas oleh kelompok perlawanan ISIS dan mengatakan kebahagian Natal diwarnai oleh penderitaan anak-anak di Timur Tengah dan seluruh dunia.
Paus mengemukakan hal ini dalam tradisi penyampaian pesan Natal di Lapangan Santo Petrus Vatikan, bernama “Urbi et Orbi” (kepada kota dan dunia) pada Kamis (25/12).
Dia mengecam para pejuang ISIS yang membunuh atau membuat Muslim Syiah, umat Kristen dan umat agama lain di Suriah dan Irak yang tidak memiliki ideologi yang sama harus meninggalkan rumah mereka.
“Saya meminta padaNya, penyelamat dunia, untuk menjaga saudara kita di Irak dan Suriah, yang sudah terlalu lama menderita karena konflik yang terjadi, dan mereka dari kelompok etnis dan agama lain yang mengalami pembantian brutal,” ujar Paus yang merayakan Hari Natal kedua sebagai pemimpin tertinggi agama Katholik.
Dia kemudian mengucapkan pernyataan di luar pidato yang telah dipersiapkan terkait “anak-anak yang kehilangan tempat tinggal karena perang dan pembantaian, pelecehan dan pemanfaatan di depan mata kita tanpa ada upaya membela mereka.
“Saya mengenang anak-anak yang tewas dalam serangn bom, juga anak-anak di tempat Putera Tuhan dilahirkan,”ujarnya.
Dia kemudian juga mengemukakan pendapat soal “Herods modern” yang tangannya bergelimang darah, satu rujukan pada raja dalam kitab Injil yang memerintahkan anak-anak dibunuh karena dia memandang Yesus sebagai ancaman atas kekuasaannya.
Paus Fransiskus juga menyinggung “pembunuhan janin di dalam kandungan” dan mengecam aborsi sebagai produk “satu budaya yang tidak mencintai kehidupan.”
Pengawal Swiss Vatikan bersiap menjaga lapangan Santo Petrus di Vatikan sebelum Paus menyampaikan pesan Natal. (Reuters/Allesandro Bianchi) Menyinggung peningkatan jumlah pengungsi, Paus meminta agar “ketidakperdulain diubah menjadi kedekatan, dan penolakan menjadi penyambutan, sehingga semua orang yang menderita bisa menerima bantuan kemanusiaan yang diperlukan dalam menghadapi musim dingin, kembali ke negara mereka dan hidup dengan martabat.”
Paus Fransiskus meminta konflik di negara-negara Afrika diakhiri, mendesak dialog antara Israel dan Palestina, serta mengecam serangan militan Taliban yang menewaskan lebih dari 130 murid sekolah di Pakistan, dan berterima kasih kepada mereka yang telah membantu korban wabah Ebola.
Pada Malam Natal, Paus Fransiskus mengejukan para pengungsi beragama Kristen di kamp Ankawa, Irak dengan menelpon mereka.
“Kalian seperti Yesus di Malam Natal. Saat itu, dia pun tidak mempunya kamar…,” ujarnya dalam sambungan telpon itu.
Sementara itu sebelumnya kolomnis politik Timur Tengah the Guardian, Sunny Hundal menilai, fenomena berdirinya Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) dengan segala aksi-aksinya benar-benar mengejutkan dunia. Barat mengaku khawatir atas eksistensi ISIS dan berjanji akan terus memeranginya.
Karena itu Hundal menilai, Barat memang terancam atas kehadiran ISIS. Namun, kata dia, ancaman terbesar ISIS justru datang kepada umat Islam dan negara-negara Islam di Timur Tengah.
Negara-negara Barat memang takut atas kemungkinan lahirnya sel-sel ISIS di negara mereka. Barat juga, kata Sunny, resah atas kembalinya warga Muslim radikal dari Irak atau Suriah ke negeri mereka yang akan memberikan pengaruh buruk.
“Tapi sebetulnya, yang harus jauh lebih khawatir adalah umat Islam dan negara-negara Timur Tengah yang terkena dampak langsung aksi ISIS,” kata Sunny seperti dikutip Aljazeera, Jumat (29/8).
Pembunuhan brutal terhadap wartawan Amerika Serikat (AS) James Foley oleh ISIS memang begitu menakutkan. Tapi, Sunny mengatakan jumlah warga Irak yang dieksekusi para pejuang ISIS jauh lebih banyak dari itu.
Sejak ISIS beraksi, ratusan warga sipil Irak dan Suriah telah menjadi korban. Kebanyakan korban ISIS berasal dari kalangan Muslim, baik itu Sunni maupun Syiah. Kaum minoritas pun ikut menjadi sasaran kekejaman ISIS seperti Kristen dan Kurdi di Irak.
ISIS semakin besar karena didukung pendanaan yang hebat dari ladang-ladang minyak yang direbut. Selain itu, ISIS menghasilkan uang dari pembangkit-pembangkit listrik yang direbutnya, untuk dijual kepada Pemerintah Suriah dan Irak.
Sunny Hundal adalah penulis buku elektronik berjudul “India Dishonoured: Behind a Nation’s War on Women”. Ia juga penulis tetap di Guardian dan New Statesman.(*)