bidik.co — Keputusan Presiden Jokowi menaikkan uang muka pembelian kendaraan untuk pejabat negara disayangkan banyak pihak. Hal itu dinilai sebagai pemborosan uang negara dan bentuk sumber korupsi baru.
“Sumber korupsi baru. Pemborosan uang negara,” ujar Koordinator Advokasi FITRA Apung Widadi, Minggu (5/4/2015).
Apung menilai peruntukan uang muka itu biasanya malah jadi sumber korupsi. Sebab uang tersebut tidak digunakan untuk membeli mobil namun dipakai untuk hal lain.
“Setiap tahun pejabat dapat DP mobil, mobilnya banyak?” ungkapnya.
Menurut Apung, bisa jadi ini politik balas budi Jokowi kepada politisi-politisi dan pejabat-pejabatnya. Padahal dulu sewaktu kampanye, Jokowi berjanji untuk memangkas setiap anggaran yang tidak efektif.
“Berarti dulu cuma pencitraan itu naiknya Innova, sekarang malah DP Rp 210 juta itu bisa buat beli Mercy,” imbuhnya.
Ketiga, lanjut Apung, hal ini kontraproduktif dengan slogan untuk memperbaiki transportasi publik. Ketiga alasan itu telah menyebabkan Istana semakin jauh dari rakyatnya. Next
“Fitra menantang Jokowi untuk membatalkan Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2010. Dan Fitra menuntut Jokowi untuk meminta maaf secara terbuka kepada rakyat Indonesia,” tutupnya.
Sebelumnya diberitakan tunjangan uang muka pembelian kendaraan pejabat negara naik dari Rp 116.650.000 menjadi Rp 210.890.000. Hal itu tertuang dalam Perpres Nomor 39/2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 68/2010 tentang Pemberian Fasilitas Uang Muka Bagi Pejabat Negara untuk Pembelian Kendaraan Perorangan.
Perpres nomor 39/2015 ini hanya mengubah pasal 3 ayat 1 Perpres nomor 68/2010. Perpres nomor 68/2010 disebutkan: Fasilitas uang muka diberikan kepada pejabat negara sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 sebesar Rp 116.650.000. Dalam Perpres Nomor 39/2015 diubah menjadi sebesar Rp 210.890.000.
Adapun para pejabat yang mendapatkan fasilitas tersebut berkategori Petinggi Negara di antara mereka, anggota DPR, anggota DPD, hakim agung, hakim konstitusi, anggota BPK, dan anggota Komisi Yudisial.
Menanggapi hal tersebut, Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto menegaskan, keputusan Presiden tidak bertentangan dengan rencana awal pemerintah yang ingin memperbaiki transportasi massal. Ia pun meyakini bahwa pemberian fasilitas tersebut tidak akan memperburuk kemacetan. Pasalnya, kata dia, fasilitas yang dimaksud hanya diberikan bagi sekitar 100 orang pejabat.
“Tunjangan itu untuk uang muka pembelian kendaraan, dan saya yakin tidak akan menambah macet Jakarta. Karena itu hanya untuk 100 orang saja,” kata Andi dikutip dari laman Sekretariat Kabinet, Kamis (2/4/2015).
Keputusan Presiden Jokowi tersebut menuai protes dari Ketua Komisi XI DPR RI Fadel Muhammad. Menurutnya, hal itu tidak perlu dilakukan. Fadel mengimbau agar para pejabat eseon III dan eselon IV untuk menyewa mobil demi menghemat anggaran.
“Keterlaluan. Saya baca di media masa dan dengar menurut pendapat saya itu hal tidak perlu,” tegas Fadel. (*)