bidik.co — Sikap Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menyalahkan Menteri Keuangan terkait uang muka (Down Payment) mobil pejabat adalah bentuk lempar tanggung jawab. Hal itu juga merupakan bentuk tidak bertanggung jawabnya presiden dalam mengeluarkan kebijakan
Hal itu sebagaimana diutarakan peneliti Pukat-UGM, Fariz Fachryan saat dikontak, Senin (6/4/2015). “Kami menyayangkan Jokowi yang lempar tanggung jawab terkait penerbitan Perpres 39 Tahun 2015,” terang dia.
Seharusnya, menurut Fariz, sebagai kepala pemerintahan, Jokowi memahami kebijakan yang dikeluarkannya. Terlebih, segala bentuk kebijakan yang dikeluarkan akan berdampak besar pada masyarakat. “Tentu hal ini tidak bisa ditolerir lagi,” jelasnya.
Fariz Jokowi teledor dalam mengeluarkan kebijakan lantaran tidak melakukan kajian mendalam. Selain itu, keteledoran juga terjadi karena kurangnya koordinasi antar lembaga negara.
“Ini juga membuktikan jangan-jangan segala bentuk kebijakan yang ditandatangani atau dikeluarkan oleh Jokowi tanpa ada pembahasan yang mendalam,” tandasnya.
Diketahui, Presiden Jokowi menyalahkan Menkeu Bambang Brodjonegoro soal pemberian DP untuk mobil pejabat negara. Jokowi mengakui, kebijakan itu keliru lantaran dikeluarkan di saat masyarakat tengah mengalami kesulitan. Jokowi pun berencana mengkaji ulang kebijakan tersebut.
“Saat ini bukan saat yang baik. Pertama karena kondisi ekonomi, kedua sisi keadilan, dan ketiga sisi BBM,” kata Jokowi kemarin (Minggu, 5/4/2015).
Meski menandatangani peraturan presiden yang menambah jumlah uang muka bagi pembelian mobil itu, Jokowi mengakui tidak mencermati satu per satu dokumen yang akan ditandatanganinya. Jokowi menyalahkan Kementerian Keuangan yang seharusnya bisa menyeleksi dampak kebijakan itu bagi masyarakat.
“Coba saya lihat lagi, tiap hari ada segini banyak yang harus saya tanda tangani. Tidak mungkin satu-satu saya cek. Kalau sudah satu lembar ada 5-10 orang yang paraf atau tanda tangan apakah harus saya cek satu-satu,” jelas Jokowi.
Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 39 Tahun 2015 merevisi jumlah uang muka mobil pejabat menjadi Rp 210 juta dari semula hanya Rp 116 juta. Uang muka pembelian mobil itu diberikan kepada 753 pejabat yang terdiri dari 560 anggota DPR, 132 anggota DPD, 40 Hakim Agung, 7 pejabat Komisi Yudisial, 9 pejabat Mahkamah Konstitusi, dan 5 pejabat BPK.
Sebelummnya Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto membeber adanya peran pimpinan DPR atas keluarnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 39 Tahun 2015 yang menjadi payung hukum keputusan tersebut.
Dia membeber kalau ada surat dari ketua DPR yang mendahului proses keluarnya perpres. Surat itu berisi permintaan penyesuaian besaran tunjangan uang muka pembelian mobil. “Itu diterima awal Januari, kalau tidak salah 5 Januari 2015,” kata Sekkab Andi Widjajanto, di komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (2/4/2015).
Perpres No. 39 Tahun 2015 merupakan revisi atas Perpres Nomor 68 Tahun 2010. Di perpres yang baru, besaran fasilitas dp mobil yang diberikan kepada pejabat negara ditetapkan meningkat dari Rp 116,65 juta menjadi Rp 210,89 juta.
“Kami proses (surat ketua DPR, Red) di Februari (2015), kira-kira pertengahan Februari dapat persetujuan dari menkeu (menteri keuangan, Red),” lanjut Andi.
Menurut dia, usulan pimpinan DPR yang disampaikan dalam surat bahkan lebih besar dari yang akhirnya diputuskan. Angka yang diusulkan adalah Rp 250 juta. “Itu proses yang dilakukan,” katanya.
” Sesuai perpres, kelompok pejabat negara yang dimaksud meliputi anggota DPR, anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Hakim Agung Mahkamah Agung (MA),” dan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK). Termasuk pula anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan anggota Komisi Yudisial (KY).
Terpisah, Wakil Ketua Umum DPR Fadli Zon menilai anggaran penambahan tunjangan uang muka pembelian mobil pejabat merupakan kebijakan pemerintah. Dia menilai, kebijakan yang dikeluarkan pemerintah itu tentu bisa menimbulkan pendapat yang beragam. “Nanti kita lihat, seperti apa perubahannya,” kata Fadli.
Menurut Fadli, jika ditanyakan secara pribadi, dirinya sampai saat ini masih menggunakan mobil dinas yang berusia lima tahun lamanya. Selama proses pakai, Fadli mengaku sudah banyak komponen yang perlu mendapat perawatan.
“Itu kilometernya juga sudah seratusan ribu, banyak yang sudah diganti-ganti komponennya,” ujarnya.
“Kebijakan itu, secara tidak langsung juga akan dinikmati anggota dewan. Menanggapi hal itu, Fadli menilai semuanya kembali ke pandangan masing-masing anggota. “Pasti kan ada anggota yang membutuhkan, ada juga yang tidak membutuhkan,” tandasnya.
Terpisah, Dirjen Anggaran Kemenkeu Askolani membenarkan adanya kenaikan tunjangan fasilitas uang muka bagi pejabat negara untuk pembelian kendaraan perorangan. Dia menuturkan, hal tersebut bukanlah kebijakan baru. Dia menuturkan, fasilitas tersebut diberikan setiap lima tahun sekali. “Jadi setiap ada pergantian anggota dewan, salah satu fasilitas yang diberikan adalah uang muka kendaraan, untuk pembelian kendaraan,”papar Askolani di Kantor Kemenkoperekonomian, kemarin.”
Askolani melanjutkan, dalam Perpres Nomor 68 Tahun 2010, disebutkan bahwa besar tunjangan fasilitas uang muka kendaraan tersebut adalah Rp 116.650.000. Namun, Pepres tersebut lantas direvisi menjadi Perpres Nomor 39 Tahun 2015. Revisi tersebut terkait kenaikan nilai tunjangan uang muka kendaraan menjadi Rp 210.890. 000.”
Menurut Askolani, kenaikan harga tersebut ditetapkan karena adanya sejumlah pertimbangan. Diantaranya, penyesuaian dengan inflasi selama lima tahun terakhir dan peningkatan harga kendaraan. “Ini ada penyesuaian harga bantuan. Karena kita tahu lima tahun itu inflasi dan lain-lain, kemudian harga kendaraan,”katanya.
Namun, dia menekankan pihaknya tidak mengabulkan usulan kenaikan tunjangan hingga Rp 250 juta. “Karena kita juga harus melihat kewajaran dan kelayakan, kita juga pertimbangkan kemampuan fiskal, dan akhirnya disepakati Rp 210 juta,”tegasnya.
Meski begitu, lima tahun mendatang akan ada revisi kenaikan tunjangan fasilitas uang muka kendaraan ini. “Tentu lima tahun akan ada lagi dan akan ada revisi lagi perpres dn ini sesuai dengan mekanisme yg ada setiap lima tahun sekali,”imbuhnya.”
Tunja ngan tersebut, kata Askolani, diperuntukkan bagi anggota-anggota lembaga tinggi negara, antara lain anggota DPR, anggota DPD, Hakim Agung MA, Hakim MK, anggota BPK dan para Komisioner KY.
“Ini hanya diberikan pada anggota lembaga-lembaga tinggi negara, karena Ketua, Wakil Ketua, Menteri itu sudah ada mobil dinas. Tapi anggota-anggotanya yang kemudian dari negara dibantu sedikit bantuan untuk fasilitas kendaraan,”paparnya.”
Me ski begitu, Askolani menekankan bahwa tunjangan fasilitas tersebut sifatnya hanya uang muka. Sehingga persoalan cicilan dan semacamnya tetap menjadi tanggung jawab pejabat terkait. “Sifatnya hanya untuk uang muka, setelah itu kewajiban untuk melunasinya itu tanggung jawab mereka pribadi,”imbuhnya. “(*)