bidik.co — Pengamat sepakbola Tommy Welly berpendapat bentuk intervensi yang dilakukan pemerintah pada PSSI bisa dilihat dari dua sisi yang berbeda. Namun agar terhindar dari sanksi FIFA, pemerintah diminta untuk melakukan intervensi dalam bentuk dukungan.
Pembicaraan mengenai intervensi pemerintah pada PSSI mengemuka usai Kemenpora melontarkan rencana untuk membentuk Tim Sembilan. Tim itu nantinya diberi tugas untuk mengawasi kinerja PSSI.
Menurut Towel –sapaan akrab Tommy Welly–, intervensi pemerintah pada PSSI bisa berupa intervensi organisasi –dengan kata lain masuk ke dalam organisasi– dan dalam bentuk dukungan. Demi menghindari sanksi FIFA, pria yang kerap muncul di layar televisi sebagai komentator sepakbola itu menilai pemerintah sebaiknya melakukan intervensi dalam bentuk dukungan.
“Ya, saya pikir proporsional apakah pemerintah bisa masuk atau tidak. Tapi yang namanya intervensi jelas ditabukan oleh FIFA. Ini jika intervensi yang sifatnya masuk ke organisasi. Tapi kalau intervensi yang bentuknya support justru memang itu yang harus dilakukan oleh negara,” kata Tommy Welly, dalam diskusi ‘Sepakbola adalah Kita’ di Warung Daun, Cikini, Jakarta, Sabtu (20/12/2014).
Dia lantas memaparkan bentuk dukungan yang diharapkan dari pemerintah. Menurutnya, pemerintah sebaiknya memberi dukungan dengan menyediakan infrastuktur dan fasilitas yang memadai.
“Tadi saya bicara soal pengembangan pembinaan sepakbola. Dimana better coaches, better facilities sama dengan menghasilkan better player. Bahwa pelatih itu harus kita kembangkan? Iya, itu tugas dan tanggung jawab dari federasi/PSSI. Makanya kita selenggarakanlah kursus kepelatihan yang orientasinya AFC,” bebernya.
“Tapi jika kita bicara infrastruktur atau fasilitas, yang punya lahan siapa? GBK itu punya Kementerian Sekretariat Negara. Teman-teman tahu lapangan ABC? Lapangan C itu timnas yang pakai makanya rumputnya bagus, lapangan A punya SSB Asiop, rumputnya juga terawat supaya anak-anak bisa pakai. Yang lapangan B disewakan kondisinya rumputnya gundul. Itu yang punya semua negara,” lanjutnya.Next
Tommy lantas memberi contoh bentuk intervensi pemerintah pada sepakbola di Malaysia.
“Sekarang saya mau kasih contoh perbandingan dengan Malaysia. Malaysia lewat Menporanya, memanggil mantan pemainnya Lim Teong Kim, pada tahun 2013. Siapa dia? dia pemain nasional Malaysia. Tahun 2001-2011 dia adalah staf pelatih di Bayern Munich Junior.”
“11 tahun di Jerman, sudah cukup baginya dan Menporanya untuk panggil. Dia diberi jabatan direktur National Development Program. Kosentrasinya pemain-pemain usia muda Malaysia. Targetnya ingin lolos piala dunia U-17 tahun 2019. Dia dikontrak selama 5 tahun. Siapa yang menggajinya, Menpora. Itu bentuk masuk (intervensi) yang sportif, jadi tidak ada masalah,” urainya.
“Pada saat yang sama Lim juga mengatakan, waktu saya meninggalkan Malaysia saya pegang Jerman, dan saat saya kembali ke Malaysia dikatakan dia bagaimana mau maju sepakbola kalau lapangannya tidak berubah, standar lapangan sepakbolanya juga tidak berubah? Jadi kita perlu dukungan pemerintah yang seperti ini. Nah, sekarang coba tengok tengok ada berapa lapangan di indonesia yang memenuhi syarat dan bisa anak-anak kita main,” tanya Towel kemudian.
“Itu yang saya bilang piramida sepakbola, kalau bawahnya kuat, basicnya kuat, kompetisinya kuat, elite nasional/ timnas pasti kuat. Teorinya seperti itu,” tambah pria yang suka menjadi komentator sepakbola ini.
Lantas berapa lama teori itu bisa didapat hasilnya? “Mungkin 10 tahun, kita hitung nolnya dari 2014,” jawab Towel.
Sebelumnya rencana Kementerian Pemuda dan Olahraga untuk membentuk tim sembilan ternyata ditanggapi dingin oleh pengurus Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI). Bahkan Wakil Ketua Badan Tim Nasional Harbiansyah Hanafi menyebut jika Menteri Pemuda dan Olahraga Menpora Imam Nachrawi belum tahu tentang sepak bola Indonesia.
Meski demikian, Harbiansyah ingin melakukan pendekatan politik dengan Menpora dalam waktu dekat ini. “Tim Sembilan ini masih meneliti kok. Kalau sudah gawat, mungkin baru turun. Tapi saya melihat Menpora masih mencari tahu sepak bola Indonesia. Beliau belum tahu bagaimana susahnya mengelola sepak bola. PT LI (Liga Indonesia) ini cari sponsor,” ujarnya di Jakarta, Rabu, (17/12).
“Klub ini 99% sahamnya di PT LI, PSSI cuma punya 1%. Kami yang cari dan mengelola sendiri,” sambungnya.
Tidak hanya itu, dirinya juga akan membeberkan secara gamplang apa yang sebenarnya terjadi dalam sepak bola Indonesia agar tidak terjadi salah persepsi kedepannya.
“Saya satu bendera dengan (koalisi) Indonesia Hebat. Saya Nasdem, dia PKB. Saya akan jelaskan yang sebenarnya. PSSI ini susahnya setengah mati mengelola, mempertahankannya juga susah” katanya. (*)