Home / Politik / Pengamat: RUU Pilkada dan UU MD3 Terlihat Sangat Tergesa-gesa

Pengamat: RUU Pilkada dan UU MD3 Terlihat Sangat Tergesa-gesa

bidik.co – Pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Ari Dwipayana, melihat pembahasan RUU Pilkada dan penetapan UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) tidak akan ada jika pasangan Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa yang diusung Koalisi Merah Putih (KMP) menjadi pemenang pemilu presiden lalu.

“Saya kira tidak, UU MD3 dan RUU Pilkada ini merupakan rencana permainan politik elite, rencana permainan dari partai Koalisi Merah Putih,” kata Ari, Jumat (12/9/2014).

Ari meyakini bahwa RUU Pilkada dan UU MD3 merupakan perumusan yang sudah diatur atau rencana kedua kubu Prabowo-Hatta jika hasil Pilpres 2014 tidak sesuai yang diharapkan.

“Ini imbas dari pilpres dan ini terlihat sangat tergesa-gesa. Proses pengambilan keputusan yang diambil, substansinya tidak jernih, dan hanya permainan politik,” ujar Ari.

Lebih jauh, dia mengatakan, proses pembahasan RUU Pilkada sudah panjang, tetapi sangat jelas langkah ini hanya sebagai perubahan kepentingan politik. Partai KMP yang sebelumnya menolak pilkada melalui DPRD sekarang malah berubah dengan menolak kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat dengan berbagai alasan.

Ahli Hukum Tata Negara Saldi Isra mengatakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bisa membatalkan pembahasan Rancangan Pemilu Kepala Daerah dengan menarik meminta Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi untuk menarik diri dari forum.

Penarikan Menteri Gamawan itu akan membatalkan pembahasan RUU Pilkada, yang telah berlangsung selama dua tahun, secara otomatis.

Saldi menerangkan, 20 ayat 2 Undang-undang 1945 menyebutkan, setiap rancangan undang-undang akan dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan pemerintah. Baru kemudian disetujui oleh presiden. “Jika salah satu pihak menarik diri, maka pembahasan tidak bisa dilanjutkan,” kata Saldi.

Koordinator Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia, Sebastian Salang, mengatakan Rancangan Undang-Undang Pemilu Kepala Daerah bertujuan mengembalikan pemilihan kepala daerah kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

“Jika rancangan itu disahkan, hal itu merupakan upaya pengebirian atau pengkhianatan kedaulatan rakyat,” kata Sebastian saat dihubungi, Senin, (8/9/2014).

Sebastian menilai sistem pemilu langsung yang sudah berjalan selama sepuluh tahun sudah baik. Dia menganggap sistem langsung merupakan koreksi dan perbaikan atas sistem pemilihan kepala daerah oleh parlemen.

“Sayang bila harus dirusak oleh pertimbangan pragmatis fraksi partai politik yang tergabung di Koalisi Merah Putih,” kata Sebastian. (if)

Komentar

Komentar

Check Also

Bupati Siak, Alfedri Tak Siap Temui Masyarakat

Bidik.co — Jakarta- Eks Ketua Himpunan Pelajar Mahasiswa (Hipemasi) Jakarta memberitahukan saat rapat kerja kordinator …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.