bidik.co — Pemerintah akan mencabut Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak dari struktur Kementerian Keuangan dan mengubahnya menjadi Badan Penerimaan Pajak (BPP) yang bersifat independen. Sejalan dengan itu, akan ditunjuk tiga pelaksana tugas deputi selevel staf ahli untuk membantu tugas Direktur Jenderal Pajak.
“Rapat sepakati adanya tiga deputi. Kalau di nomenklatur namanya staf ahli, tapi dalam praktiknya acting deputy membantu Dirjen Pajak,” ujar Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Yuddy Chrisnandi usai rapat koordinasi di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Selasa (17/2/2015) malam.
Yuddy mengatakan, Ditjen Pajak merupakan instrumen fiskal yang penting dengan beban tugas yang cukup berat dalam memastikan target penerimaan negara tercapai. Tugas berat tersebut menjadi tanggung jawab seorang Direktur Jenderal Pajak, yang saat ini menjadi satu-satunya pejabat eselon I yang membawahi lebih dari 10 pejabat eselon II.
“Di situ ada 49 (pejabat) eselon II yang membutuhkan satu layer sendiri. Kemenpan bisa menerima alasan-alasan adanya acting deputy di bawah dirjen pajak. Pak Menko akan sampaikan itu ke presiden,” jelasnya.
Perubahan status Ditjen Pajak menjadi badan otonom, kata Yuddy, diharapkan sudah terealisasi pada awal 2016. Untuk sementara ini, Ditejn Pajak masih akan menginduk pada Kementerian Keuangan hingga pemerintah dan DPR tuntas menyusun payung hukumnya.
“Kurang lebih satu tahun lah (persiapan), misalnya awal 2016 dia sudah menjadi sebuah badan. Harapannya begitu, tapi kan ini tidak bisa diputuskan sepihak oleh pemerintah mesti ada pembahasan dengan DPR, mesti ada payung hukum yang memadai,” tuturnya.
Menurut Yuddy, rencana restrukturisasi otoritas pajak akan didahului oleh revisi Undang-Undang tentang Ketentuan Umum Perpajakan (KUP). Adapun sejumlah hal yang menjadi pertimbangan dari kebijakan ini antara lain karena adanya kebutuhan untuk memberikan diskresi lebih di bidang penganggaran dan penguatan kapasitas sumber daya manusia (SDM).
“Ditjen Pajak itu instrumen fiskal yang penting. Satu-satunya Dirjen yang membawahi lebih dari 10 eselon II, biasanya tidak lebih dari 10. Kemudian memiliki target capaian hasil yang luar biasa. Beban kerjanya berat,” tuturnya.
Yuddy Chrisnandi menambahkan masing-masing Plt Deputi Dirjen Pajak nantinya akan mendapatkan tugas dan fungsi yang berbeda sesuai dengan kompetensi dan bidang pajak yang dikuasainya.
“Satu deputi akan membidangi para direktur yang ada saat ini, seperti direktur intelejen dan lain-lain. Satu lagi akan membawahi kantor pusat wajib pajak besar di DKI Jakarta karena peredaraan uangnya di atas 50 persen. Lalu satu lagi akan mebaahi Kanwil-Kanwil lainnya,” jelas Yuddy.
Sementara itu Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mengatakan bahwa wacana pelepasan Direktorat Jenderal Pajak dari Kementerian Keuangan diharapkan tidak akan menghalangi investasi Indonesia secara langsung. BKPM mengklaim perubahan ini hanya terjadi pada bentuk badannya bukan dalam tingkatan pajaknya.
“Sebenarnya pengenaan pajak-pajak bagi investasi kan dari dulu sudah ada. Jadi jika mau diganti jadi badan tersendiri ataupun masih di dalam Kementerian Keuangan kami rasa itu tidak ada bedanya,” ujar Deputi bidang Pengawasan dan Pengendalian Penanaman Modal BKPM Azhar Lubis di Gedung BKPM, Rabu (17/2/2015).
Menurut Azhar, yang terpenting bagi para investor adalah kepastian jenis-jenis objek pajak yang dikenakan beserta besaran tingkatnya. Ia menambahkan, adanya ketidakjelasan objek-objek yang dikenakan pajak ketika akan melaksanakan investasi malah memberikan disinsentif dibanding mengubah status badan hukum Dirjen Pajak.
“Para investor kan maunya transparan, terutama dalam hal aspek-aspek apa saja yang dikenakan pajak ketika melakukan investasi. Sebenarnya masalah investasi di Indonesia kan karena cost yang tinggi, sebisa mungkin masalah pajak yang menyangkut investasi pun juga jelas detilnya, agar tidak terjadi ongkos investasi yang besar,” tutur Azhar.
Meskipun dirinya menilai tak ada perbedaan kondisi investasi jika Dirjen Pajak dijadikan badan khusus, Azhar berharap seluruh pengusaha dan investor bisa lebih taat membayar pajak apabila badan ini nantinya dibentuk.
Seperti yang telah diketahui sebelumnya, pemerintah menargetkan restrukturisasi Dirjen Pajak menjadi Badan Penerimaan Pajak pada tahun 2016. Target penerimaan pajak yang senilai Rp 1.484 triliun serta banyaknya pegawai yang berada di bawahnya menjadi alasan mengapa perlu dilakukan restrukturisasi ini. (*)