bidik.co –– Rencana PT Pertamina (Persero) untuk membubarkan anak usahanya Pertamina Energy Tranding Limited (Petral) ditanggapi dingin oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). DPR tak peduli Petral dibubarkan atau tidak.
“Isunya bukan pada pembubaran Petral atau tidak. Konsentrasi kita adalah Pertamina harus melakukan efisiensi, juga transparansi dalam impor minyak tersebut,” kata Ketua Komisi VI DPR-RI Ahmad Hafidz Tohir, di sela-sela Rapat Kerja dengan Kementerian BUMN, Jakarta, Jumat (24/4/2015).
Hafidz mengatakan, efisiensi dan transparansi yang ditunjukkan Pertamina lebih penting daripada mengurusi pembubaran Petral dan mencari-cari unit usaha baru mana yang nantinya akan menjadi perpanjangan tangan Pertamina di luar negeri.
“Siapapun pelaksananya silakan. Kalau itu transparan dan harganya jauh lebih bagus di pasar dunia, maka itu akan menguntungkan Indonesia. Itu yang kami soroti,” imbuh Hafidz.
Kalaupun pengadaan produk minyak dan crude sudah dilakukan oleh Integrated Supply Chain (ISC) namun masih ada kongkalikong, artinya pengalihan fungsi pengadaan dari Petral ke ISC sama saja.
Direktur Eksekutif Energy Watch Indonesia Ferdinand Hutahaean, menyatakan, adanya rencana Pertamina untuk menutup Petral sebenarnya tidak terlalu penting saat ini. Namun, kalaupun mau ditutup, maka harus dihitung terlebih dahulu semua aset yang dimiliki Petral, agar tidak hilang begitu saja.
“Masalah yang paling penting sekarang bukan pada menutup Petral dan menggantinya dengan PES (Pertamina Energy Services Pte.Ltd). Apabila sistem dan tata cara pengadaan minyak dan tataniaganya sama, percuma dan sia-sia saja membubarkan Petral dan menggantikannya dengan PES,” kata Ferdinand, Jumat (24/4/2015).
Sebelumnya Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto menilai Petral sudah melenceng dari fungsi awal saat dibentuk dulu.
“(Menyimpang) menjadi seperti apa ya.. (Menjadi) benalu mungkin itu (bagi Pertamina),” ujar Dwi di Jakarta, Kamis (4/12/2014). Menurut dia, pada awalnya Petral dibentuk untuk mengembangkan trading Pertamina.
Namun, lanjut Dwi, sekarng Petral malah menjadi pusat segala proses pembelian minyak oleh Pertamina yang berpotensi merugikan Pertamina. Oleh karena itu, kata dia, Pertamina akan mengevaluasi fungsi Petral tersebut.
Bahkan, Dwi menyatakan akan menggeser fungsi pengadaan bahan bakar minyak (BBM) impor langsung ke tangan Pertamina. “Ke depan kami akan geser pengadaan (BBM), mengembalikannya lagi ke Pertamina. Posisi Petral akan kami evaluasi,” kata dia.
Wacana pembubaran Petral yang berbasis di Singapura ini menimbulkan pro dan kontra di pelaku usaha minyak dan gas bumi (migas). Tim Transisi Joko Widodo–Jusuf Kalla pada Oktober 2014 membuka wacana tersebut lantaran Petral diduga telah menjadi sarang mafia minyak dan gas.
Namun, dugaan bahwa Petral menjadi sarang mafia migas pernah tegas dibantah Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Utama Pertamina pada saat itu, Muhamad Husen. Dia beralasan, selama ini Petral sudah beberapa kali diaudit Badan Pengawas Keuangan (BPK) tetapi tak ada temuan praktik mafia migas di sana.
Desakan pembubaran Petral juga datang dari Staf Khusus Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Said Didu. Said bilang, pembubaran Petral perlu dilakukan untuk efisiensi pengadaan BBM di Pertamina.
“Akhir-akhir ini kita mendengarkan niat membubarkan Petral, dan kami harus memberikan apresiasi,” terang Said di Jakarta Jumat (24/4/2015).
Said menilai, rencana pembubaran Petral sempat dilakukan tahun 2006 lalu. Namun, rencana tersebut gagal dilakukan karena ada pihak yang menginginkan Petral tetap beroperasi. “Kali ini jangan sampai gagal lagi,” ucap Said. (*)