Home / Politik / PKB Tak Sependapat Gagasan Jokowi Soal Menteri Harus Lepas Jabatan di Parpol

PKB Tak Sependapat Gagasan Jokowi Soal Menteri Harus Lepas Jabatan di Parpol

bidik.co – Presiden Terpilih Joko Widodo melontarkan gagasan agar menteri di kabinetnya nanti melepas jabatan parpol. Dari tiga parpol parlemen yang mendukung Jokowi, hanya PKB yang belum menerima gagasan itu.

Setelah Jokowi ditetapkan KPU menjadi pemenang Pilpres, memang sejumlah elite PKB tak malu menyebut nama-nama menteri yang diharapkan masuk kabinet Jokowi. PKB menjadi yang paling aktif melontarkan wacana soal penunjukkan menteri dari partainya, termasuk menyiapkan 10 nama menteri dan mengingatkan soal jatah menteri agama.

PKB telah memberikan sinyal kuat akan menyodorkan nama Muhaimin Iskandar untuk masuk dalam pos kabinet Joko Widodo (Jokowi). Muhaimin adalah ketua umum PKB yang akan maju lagi dalam muktamar PKB dilaksanakan di Surabaya pada 31 Agustus hingga 1 September 2014

Jokowi tak keberatan menerima masukan soal nama-nama menteri, namun dia melontarkan gagasan agar tokoh-tokoh yang jadi menterinya nanti melepas jabatan parpol. Beda dengan PKB, partai koalisi penyokong lainnya seperti PDIP, Partai Hanura dan Partai NasDem tidak menyodorkan nama ketua umumnya menjadi calon menteri. Wiranto dan Surya Paloh dipastikan ogah menjadi menteri. Sementara PKPI belum jelas apakah akan mengajukan nama sang ketua umum, Sutiyoso.

Posisi Muhaimin yang masih menjadi nakhoda partai sepertinya akan menjadi kendala. Sebab, jauh-jauh hari Jokowi ingin calon menterinya harus mau melepas jabatannya di partai politik.

Ketum PKB Muhaimin Iskandar berargumen aktivitas di parpol tak mengganggu kinerjanya sebagai menteri. Dia mengaku tetap bisa menjaga waktu selama memimpin PKB sekaligus menjabat Menakertrans di Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II.

“Saya ketua umum full waktu saya 100 persen untuk menteri. Saya di PKB kan hanya pidato, pulang lagi, nggak ngurus. Karena sudah ada Waketum, Sekjen. Soal konsentrasi aja,” ujar Cak Imin di Rumah Transisi, Jalan Situbondo No.10, Menteng, Jakpus, Rabu (13/8/2014) malam.

PKB juga beralasan keberadaan menteri yang merangkap jabatan parpol bisa mengikat dukungan di DPR. Ketua DPP PKB Abdul Kadir Karding mengatakan di negara maju tak perlu ada pemisahan menteri yang masih memegang jabatan parpol.

“Jadi jangan dulu terlalu reaktif terhadap wacana itu. Di negara maju, ada juga menteri yang masih menjadi anggota parlemen dan parpol,” ujar Karding, Senin (11/8/2014) lalu.

Pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Firman Noor berpendapat gagasan presiden terpilih, Joko Widodo (Jokowi) tentang menteri dapat mengguncang internal Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

“Gagasan Jokowi tentang menteri tidak boleh rangkap jabatan strategis di partai politik (parpol) dapat mengguncang internal PKB jika menteri itu berasal dari PKB,” tutur Firman saat Selasa, (12/8/2014) sore.

Karena, untuk beberapa partai seperti PKB, kader-kader terbaik parpol juga memiliki jabatan strategis. Hal ini terkait prestise elite dan pemegang estafet kepemimpinan partai selanjutnya.

Jika harus melepaskan jabatan strategis di PKB, lanjut Firman, dikhawatirkan terjadi guncangan di internal PKB. Karena pemegang estafet kepemimpinan selanjutnya tidak dapat menjaga irama partai.

“Misalnya, jika Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskandar memilih menjadi menteri dan melepaskan jabatannya sebagai ketum, maka keseimbangan politik di internal PKB akan terganggu,” jelas Firman.

Menurut Firman, ide Jokowi tentang menteri tidak boleh rangkap jabatan itu masuk akal. Bahkan cukup bisa dipahami untuk menghindari loyalitas ganda anggota kabinet.

Dulu, katanya, Abdurrahman Wahid (Gus Dur) pernah memecat Alwi Shihab dan Saifullah Yusuf dari jabatan strategis di PKB. Alasannya, karena rangkap jabatan sebagai menteri.

Namun, hal ini justru menimbulkan persoalan dan kegoncangan di internal PKB. Bahkan kemudian memecah belah partai yang identik dengan nahdliyin tersebut.

Sementara itu, menurut Peneliti senior pada Pusat Penelitian Politik (P2P) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Prof Dr Syamsuddin Haris, ada beberapa bahaya yang bisa terjadi saat seorang menteri juga merangkap menjadi pimpinan partai politik.

Antara lain, seorang menteri yang juga menjadi pimpinan parpol rentan melakukan penyalahgunaan kekuasaan. Loyalitas mereka juga berpotensi mendua, yakni kepada pemerintahan dan partai. Kondisi ini bisa memicu terjadinya konflik kepentingan.

Bahaya lainnya adalah seorang politisi bisa menjadikan jabatan politiknya di eksekutif sebagai ‘ATM’ atau sumber dana haram alias tidak resmi. “Partai butuh jabatan politik, butuh ATM karena selama ini partai tidak mempunyai sumber pendanaan yang mencukupi,” papar Syamsuddin.

Syamsuddin pun haqqul yaqin jika menteri yang ditunjuk Jokowi mau melepaskan jabatannya di partai politik praktik korupsi di pemerintahan bisa dikurangi.(if)

Komentar

Komentar

Check Also

Difriadi: Pilkada Harus Jadi Persemaian Demokrasi di Indonesia

Bidik.co — Bulan November 2024, rakyat Indonesia masih harus memenuhi hak dan kewajiban politiknya untuk …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.