bidik.co — Pengamat politik dari Populi Center, Nico Harjanto menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan permohonan uji materi Pasal 7 huruf r Undang-Undang Nomor 8 tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah sangat menguntungkan petahana dan keluarga dari petahana.
“Ya tentu dengan diperbolehkannya petahana dan kerabat untuk maju memiliki keuntungan sangat tinggi. Mereka memiliki keuntungan elektoral yang sangat tinggi,” kata Nico dalam diskusi bertajuk ‘MK dan Kejutan Terkait Pilkada’ di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (11/7/2015).
Menurut Nico, petahana memiliki daya jual yang sangat tinggi karena sudah cukup dikenal oleh masyarakat. Menurutnya, apabila petahana tidak kembali maju dalam pilkada, maka yang bersangkutan tetap mampu menjadi ‘king maker’ dalam sebuah pilkada.
“Mereka (petahana) tentu tidak ingin kekuasaannya dilanjutkan dengan orang yang di luar pengaruh mereka atau orang yang tidak dikenal mereka. Ini tentu menjadi komplikasi bagi kontestasi orang-orang yang berada di luar kekuasaan,” tuturnya.
Namun, ada celah untuk mengalahkan petahana atau keluarganya dalam pertarungan pilkada. Hal itu bisa dilihat dengan kinerja petahana selama memimpin suatu daerah apakah cukup baik atau justru mengecewakan.
“Kalau petahananya itu buruk, seperti punya kasus hukum tentu akan lebih mudah mengalahkan petahana atau kerabat dari petahana itu sendiri,” tandasnya.
Sebelumnya Ketua MK Arief Hidayat saat membacakan amar putusan sidang mengatakan jika pasal 7 huruf r dalam UU Pilkada bertentangan dengan dengan UUD 1945.
“Pasal 7 huruf r soal syarat pencalonan bertentangan dengan Pasal 28 i ayat 2 yang bebas diskriminatif serta bertentangan dengan hak konstitusinal dan hak untuk dipilih dalam pemerintahan,” kata Arief, di Gedung MK, Rabu (8/7/2015).
Dalam pertimbangannya, MK menyatakan tidak menafikan kenyataan di mana kepala daerah petahana (incumbent) memiliki berbagai keuntungan, sebagaimana dikemukakan oleh Presiden.
Sehingga karenanya penting untuk dirumuskan pembatasan-pembatasan agar keuntungan-keuntungan itu tidak disalahgunakan oleh kepala daerah petahana untuk kepentingan dirinya (jika ia hendak mencalonkan diri kembali), anggota keluarganya, kerabatnya, atau kelompok-kelompok tertentu yang dekat dengannya.
“Namun, pembatasan demikian haruslah ditujukan kepada kepala daerah petahana itu, bukan kepada keluarganya, kerabatnya, atau kelompok-kelompok tertentu tersebut,” ujar majelis hakim. (*)