bidik.co — Menteri Sekretaris Negara Pratikno mengatakan Presiden Joko Widodo meminta Markas Besar Kepolisian RI menghentikan kriminalisasi terhadap pemimpin, pegawai, dan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi. Permintaan penghentian kriminalisasi ini, kata Praktikno, juga berlaku bagi para pendukung komisi antirasuah yang dilaporkan ke polisi.
“Presiden dari awal mengatakan ingin menyetop kriminalisasi itu,” kata Pratikno di kantornya, Kamis (5/3/2015). “Itu sudah tidak dapat disangsikan. Jadi mari kita kawal secara teknis di lapangan.”
Pratikno membantah jika Presiden disebut tidak menyikapi kriminalisasi yang dilakukan Kepolisian RI terhadap KPK selama ini. Menurut dia, justru Presiden sudah memerintahkan Kepolisian agar menghentikan kriminalisasi itu. Presiden, kata dia, tidak ingin masalah seperti ini terjadi lagi.
Ihwal kasus yang menjerat Denny Indrayana, Pratikno mengatakan Jokowi meminta kriminalisasi terhadap mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia itu juga dihentikan.
Sejumlah anggota pimpinan dan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi dijerat tindak pidana oleh Badan Reserse Kriminal Mabes Polri atas bermacam-macam kasus. Beberapa pendukung KPK, seperti Denny Indrayana, juga dilaporkan ke Bareskrim dengan tuduhan melakukan korupsi sistem online pembuatan paspor atau payment gateway. Denny sebelumnya mengatakan justru sistem itu sangat membantu mengamankan keuangan negara.
Direktur Government Against Corruption and Discrimination Andar Situmorang, misalnya, melaporkan Johan Budi, saat itu Deputi Pencegahan KPK, dengan tuduhan menyalahgunakan wewenang dan melakukan hubungan langsung ataupun tidak langsung dengan orang yang sedang beperkara di KPK, yakni bekas Bendahara Umum Demokrat, M. Nazaruddin, pada 2011.
Tuduhan ke Johan ini sebenarnya sudah ditangani pengawas internal KPK. Johan dinyatakan tidak bersalah karena, saat bertemu dengan Johan, Nazar bukanlah pihak yang beperkara.
Atas perintah itu, Peneliti Pukat UGM Hifdzil Alim mengingatkan pimpinan Polri untuk mengontrol anak buahnya.
“Ada tiga kemungkinan yang terjadi jika perintah Presiden tidak dijalankan. Pertama berarti perintah Presiden tidak jelas, kedua jangan-jangan ada oknum Polri yang sudah melawan Presiden. Nah jika pada poin kedua yang terjadi maka Wakapolri harus tegas mengoreksi anak buahnya dan melakukan mutasi jabatan bagi siapapun oknum yang melawan perintah presiden,” ujar Hifdzil, Jumat (6/3/2015).
Hifdzil mengatakan, jika Wakapolri tidak berani dalam menindak, maka presiden harus segera turun tangan untuk melakukan reformasi di kepolisian. Jika tidak, permasalahan seperti tidak akan selesai.
“Tapi permasalahannya Presiden berani apa tidak?” tanya Hifdzil.
Hifdzil menilai pernyataan Presiden Jokowi sedikit terlambat. Padahal jika Jokowi lebih tegas, seharusnya mantan Gubernur DKI itu bisa menabung suara untuk Pemilihan Presiden di tahun 2019 nanti.
“Kalau dari awal dia tegas di belakang rakyat kan bisa menabung suara,” tutup Hifdzil. (*)